berbenah untuk perbaikan pada sektor pelayanan publik seiring dengan tingginya tingkat ketidakpuasan warga seperti terpotret dari hasil survei Kajian Politik Nasional (KPN).
Survei tersebut mendapat hasil jika tingkat kepuasan publik di Tangerang Raya terdapat kesenjangan yang begitu tinggi di antaranya ketimpangan sosial ekonomi dengan ketimpangan infrastruktur.
Baca: NasDem Sentil Pemkab Bandung Soal Langganan Banjir |
Dalam survei yang berlangsung di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) itu, sebanyak 38,6 persen warga dari 440 responden terpilih di wilayah yang dinakhodai Ahmed Zaki Iskandar (Kabupaten Tangerang) menjawab tidak puas atas pelayanan publik dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, 32,3 persen menjawab puas, dan 29,1 persen menjawab biasa saja.
Kondisi berbeda terjadi di Kota Tangerang yang dinakhodai Arief R Wismansyah, dengan responden 440 juga, sebanyak 78,3 persen responden menyatakan puas atas pelayanan publik di kota tersebut, hanya 7,3 persen yang menjawab tidak puas, dan 14,3 persen yang menjawab biasa saja.
Kemudian hasil nyaris serupa terjadi di Kota Tangsel yang saat ini dipimpin Benyamin Davnie. Di kota hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang itu, sebanyak 61 persen responden menyatakan puas atas pelayanan publik dari Pemerintah Kota Tangsel, 11 persen menjawab tidak puas, dan 27,3 persen menjawab biasa saja.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional, Adib Miftahul, mengatakan hasil survei itu bisa menjadi acuan bagi Pemda di Tangerang Raya untuk menentukan kebijakan publik selanjutnya.
"Survei ini mengukur tingkat kepuasan publik di Tangerang Raya dengan hasil ada gap yang begitu tinggi di antaranya ketimpangan sosial ekonomi, ketimpangan infrastruktur di kota urban ini antara Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang dan Tangsel. Selain itu, ada gap yang semakin dalam antara pembangunan yang dilakukan pemda dan pihak developer (pengembang). Dari hasil survei, Kota Tangerang unggul," kata Adib, Minggu, 23 Oktober 2022.
Adib menuturkan tata ruang dan tata wilayah di Tangerang Raya harus menjadi perhatian serius. Karena dari survei itu, tingkat kepuasan publik terhadap pelayanan pemda cenderung rendah, di mana sebesar 54 persen responden di Kabupaten Tangerang menjawab tidak puas atas penanganan masalah banjir, 21 persen menjawab biasa saja, dan 25 persen menjawab puas.
"Demikian pun di Kota Tangerang, sebesar 61 persen responden menjawab biasa saja atas penanganan banjir yang dilakukan Pemkot Tangerang, 17 persen menjawab tidak puas, dan 22 persen menjawab puas," jelasnya.
Selain itu sebanyak 52 persen responden di Kota Tangsel juga menjawab penanganan banjir oleh Pemkot Tangsel biasa-biasa saja, 30 persen menjawab puas, dan 18 persen menjawab tidak puas.
"Tata ruang dan tata wilayah di Tangerang Raya ini harus menjadi perhatian serius agar kebijakan pemangku kepentingan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Karena yang dikeluhkan oleh warga Tangerang Raya adalah soal macet dan banjir," ungkapnya.
Menurut dia prioritas pembangunan harus ada sinergi antara pemda dengan swasta dan kolaborasi partisipasi dari masyarakat. "Harus sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku. Jangan sampai ada "perselingkuhan" politik dan kebijakan, yang mengatasnamakan investasi dan pembangunan, membuat tata ruang tata wilayah gampang berubah menuruti selera pengembang besar," imbuhnya.
Adib menjelaskan survei tersebut juga bisa menjadi triger bagi pemangku kepentingan di Tangerang Raya, sebab wilayah tersebut menjadi etalase sebagai daerah satelit yang potensial. Sehingga jangan sampai hanya dikuasai oleh oligarki politik yang kemudian berujung oligarki nafsu kekuasaan.
"Hasil survei ini bisa menjadi kontrol sosial, dibawa diskusi ke warung-warung kopi. Kami berharap terjadi pola pembangunan kolaboratif yang melibatkan partisipatif masyarakat," ungkapnya.
Sementara, komunikolog politik dan kebijakan publik dari Forum Politik Indonesia (FPI), Tamil Selvan, menanggapi hasil survei tersebut. Menurutnya, pertanyaan pertama tentang kepuasan pelayanan publik, merupakan jawaban jujur dari responden karena sifat pertanyaan yang on the spot hingga kepuasan yang mencapai 60% lebih merupakan cerminan real prestasi Pemkot Tangerang.
"Memimpin 13 Kecamatan dengan APBD kurang lebih Rp4 triliun dan tanpa ada wilayah yang di handle oleh pengembang, kepuasan masyarakat 60% itu sungguh prestasi besar," beber Tamil.
Disisi lain menelaah hasil survei Kabupaten Tangerang, Tamil justru memberi pandangan berbeda dari kritik-kritik di ruang publik yang tendensius dengan Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Tamil menambahkan, jumlah wilayah yang dipimpin oleh Pemkab Tangerang dengan jumlah APBD yang hanya sekitar Rp6 triliun dianggap tidak balance.
"Jadi salah jika kita menyalahkan seolah pemerintah kabupaten ini tidak bekerja, justru secara fundamental APBD sangat terbatas untuk wilayah yang begitu luas," ungkapnya.
Tamil menjelaskan secara hipotesa Pemkab Tangerang sudah tepat membuka ruang investasi swasta di wilayahnya, walaupun ada implikasi terkait tata ruang tata wilayah yang merugikan masyarakat.
"Itu bagian dari resiko kewenangan. Poinnya adalah alasan pengambilan keputusan itu tidak diketahui masyarakat, sehingga muncul kritik. Solusinya komunikasi publik Pemkab Tangerang harus diperkuat," jelasnya.
Survei tersebut berlangsung pada 10-15 November 2022 yang mengukur kepuasan warga pada isu pelayanan publik, aksesibilitas, banjir, macet. Kesehatan, ketimpangan sosial, bantuan sosial, lapangan kerja, UMKM, pendidikan, dan kebijakan anggaran.
Survei menggunakan metodologi multistage random sampling (MRO) margin of error sekitar 3,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id