Jakarta: Masih segar dalam ingatan pada 21 Juni 2019, terjadi peristiwa nahas di Desa Sambirejo, Binjai, Sumatra Utara, Sebuah pabrik korek api atau macis terbakar dan menewaskan 30 orang.
Kepala BPBD Langkat Irwan Syahri merinci dari ke-30 korban tewas, 27 di antaranya karyawan pabrik, tiga lainnya merupakan anak-anak. Irwan juga menyebut kondisi korban sulit dikenali.
Ironisnya, para korban yang ternyata merupakan pekerja itu rata-rata adalah para ibu yang juga membawa anaknya saat bekerja. Kebakaran rumah yang digunakan sebagai sebagai pabrik macis itu dipicu dari ledakan tabung gas.
Hasil penyidikan juga diketahui, puluhan pekerja itu terjebak di dalam rumah yang dikunci oleh sang mandor atas perintah pemilik usaha. Mereka pun meregang nyawa dengan fakta bahwa si mandor pun ikut tewas dalam peristiwa tersebut.
Pada akhirnya, Kepolisian Daerah Sumatra Utara menetapkan tiga orang sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Ketiganya yakni pemilik usaha PT Kiat Unggul bernama Indramarwan warga Jakarta Barat. Lalu Burhan selaku manajer dan Lisma Warni yang merupakan warga Sumatra Utara.
Kisah diakhiri dengan pernyataan kepolisian bahwa tiga orang penanggung jawab itu diseret ke meja hijau dengan jeratan Pasal 359 KUHP atas kelalaian hingga hilangnya nyawa.
Kapolres Binjai, AKBP Nugroho Tri, menuturkan awal mula terjadinya kebakaran saat salah satu pekerja sedang mencoba korek gas yang selesai dirakit. Nahasnya waktu mencoba, bagian bawah korek gas pecah dan meledak.
"Pekerja itu panik dan langsung dilempar ke barang siap pakai yang ada di meja dan akhirnya menyambar. Akhirnya api cepat menyambar," jelasnya.
Dia melanjutkan, sebanyak empat karyawan berhasil menyelamatkan diri. Sementara 30 orang lainnya terjebak di dalam rumah, karena pintu depan terkunci termasuk jendela.
"Jadi enggak ada yang bisa keluar, dan akhirnya terpanggang di pojok kiri depan," ujarnya.
Pada saat terjadi kebakaran, para korban terjebak dan tidak bisa menyelamatkan diri lantaran pintu dan jendela dikunci oleh pemilik pabrik dan mandor. Diduga alasannya untuk menghindari pajak dan pencurian di pabrik.
Pabrik itu terletak di Jalan Teuku Amir, Dusun IV, Desa Sambure, Kecamatan Binjai, Langkat, Sumatra Utara. Pabrik baru beroperasi selama tahun dan dinyatakan illegal lantaran tidak memiliki izin, serta tidak memiliki standar operasional.
Tim Pengawas Ketenagakerjaan menemukan enam pelanggaran menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan tersebut.
“Tiap pelanggaran harus ditindak,” kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri saat itu.
Dari enam pelanggaran tersebut, pelanggaran pertama yakni perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan.
Kedua, tim pengawas ketenagakerjaan mendapati adanya pekerja anak atas nama Rina yang berumur 15 tahun.
Ketiga, perusahaan belum membuat wajib lapor ketenagakerjaan untuk lokasi kejadian. Diketahui, pabrik tersebut merupakan cabang dari PT Kiat Unggul yang berada di Jalan Medan-Binjai KM 15,7, Kabupaten Deliserdang. Perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang perusahaan tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan, sehingga keberadaannya tak tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatra Utara.
“Dengan demikian, perusahaan masuk kategori ilegal,” ujar Hanif.
Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum Kabupaten Langkat. Kelima, perusahaan belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Keenam,
lanjut Menaker, perusahaan belum melaksanakan sepenuhnya syarat-syarat
Keselamatan Kesehatan Kerja (K3).
Dari olah tempat kejadian perkara, diketahui sumber api berasal dari pintu belakang yang menjadi akses keluar masuk pekerja. Sedangkan pintu depan terkunci sehingga saat terjadi kebakaran para pekerja tak bisa keluar menyelamatkan diri karena tidak ada jalur evakuasi.
Perusahaan juga tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat.
Pabrik juga tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tidak tersedia alat pelindung diri (APD), serta berbagai pelanggaran lain.
Jakarta: Masih segar dalam ingatan pada 21 Juni 2019, terjadi peristiwa nahas di Desa Sambirejo, Binjai, Sumatra Utara, Sebuah pabrik korek api atau macis terbakar dan menewaskan 30 orang.
Kepala BPBD Langkat Irwan Syahri merinci dari ke-30 korban tewas, 27 di antaranya karyawan pabrik, tiga lainnya merupakan anak-anak. Irwan juga menyebut kondisi korban sulit dikenali.
Ironisnya, para korban yang ternyata merupakan pekerja itu rata-rata adalah para ibu yang juga membawa anaknya saat bekerja. Kebakaran rumah yang digunakan sebagai sebagai pabrik macis itu dipicu dari ledakan tabung gas.
Hasil penyidikan juga diketahui, puluhan pekerja itu terjebak di dalam rumah yang dikunci oleh sang mandor atas perintah pemilik usaha. Mereka pun meregang nyawa dengan fakta bahwa si mandor pun ikut tewas dalam peristiwa tersebut.
Pada akhirnya, Kepolisian Daerah Sumatra Utara menetapkan tiga orang sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Ketiganya yakni pemilik usaha PT Kiat Unggul bernama Indramarwan warga Jakarta Barat. Lalu Burhan selaku manajer dan Lisma Warni yang merupakan warga Sumatra Utara.
Kisah diakhiri dengan pernyataan kepolisian bahwa tiga orang penanggung jawab itu diseret ke meja hijau dengan jeratan Pasal 359 KUHP atas kelalaian hingga hilangnya nyawa.
Kapolres Binjai, AKBP Nugroho Tri, menuturkan awal mula terjadinya kebakaran saat salah satu pekerja sedang mencoba korek gas yang selesai dirakit. Nahasnya waktu mencoba, bagian bawah korek gas pecah dan meledak.
"Pekerja itu panik dan langsung dilempar ke barang siap pakai yang ada di meja dan akhirnya menyambar. Akhirnya api cepat menyambar," jelasnya.
Dia melanjutkan, sebanyak empat karyawan berhasil menyelamatkan diri. Sementara 30 orang lainnya terjebak di dalam rumah, karena pintu depan terkunci termasuk jendela.
"Jadi enggak ada yang bisa keluar, dan akhirnya terpanggang di pojok kiri depan," ujarnya.
Pada saat terjadi kebakaran, para korban terjebak dan tidak bisa menyelamatkan diri lantaran pintu dan jendela dikunci oleh pemilik pabrik dan mandor. Diduga alasannya untuk menghindari pajak dan pencurian di pabrik.
Pabrik itu terletak di Jalan Teuku Amir, Dusun IV, Desa Sambure, Kecamatan Binjai, Langkat, Sumatra Utara. Pabrik baru beroperasi selama tahun dan dinyatakan illegal lantaran tidak memiliki izin, serta tidak memiliki standar operasional.
Tim Pengawas Ketenagakerjaan menemukan enam pelanggaran menjadi pijakan pengawas untuk menyelesaikan kasus ketenagakerjaan di perusahaan tersebut.
“Tiap pelanggaran harus ditindak,” kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri saat itu.
Dari enam pelanggaran tersebut, pelanggaran pertama yakni perusahaan tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terkait kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan.
Kedua, tim pengawas ketenagakerjaan mendapati adanya pekerja anak atas nama Rina yang berumur 15 tahun.
Ketiga, perusahaan belum membuat wajib lapor ketenagakerjaan untuk lokasi kejadian. Diketahui, pabrik tersebut merupakan cabang dari PT Kiat Unggul yang berada di Jalan Medan-Binjai KM 15,7, Kabupaten Deliserdang. Perusahaan tidak melaporkan keberadaan cabang perusahaan tersebut kepada Dinas Ketenagakerjaan, sehingga keberadaannya tak tercatat oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatra Utara.
“Dengan demikian, perusahaan masuk kategori ilegal,” ujar Hanif.
Keempat, perusahaan membayar upah tenaga kerja lebih rendah dari ketentuan upah minimum Kabupaten Langkat. Kelima, perusahaan belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Keenam,
lanjut Menaker, perusahaan belum melaksanakan sepenuhnya syarat-syarat
Keselamatan Kesehatan Kerja (K3).
Dari olah tempat kejadian perkara, diketahui sumber api berasal dari pintu belakang yang menjadi akses keluar masuk pekerja. Sedangkan pintu depan terkunci sehingga saat terjadi kebakaran para pekerja tak bisa keluar menyelamatkan diri karena tidak ada jalur evakuasi.
Perusahaan juga tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan sirkulasi udara yang memenuhi syarat.
Pabrik juga tidak dilengkapi fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), tidak tersedia alat pelindung diri (APD), serta berbagai pelanggaran lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)