Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor Bima Arya. MI/Dede Susianti
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor Bima Arya. MI/Dede Susianti

44 Sekolah di Kota Bogor Dinilai Siap PTM

Media Indonesia.com • 30 September 2021 12:55
Bogor: Sebanyak 44 sekolah di Kota Bogor telah siap melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM). Itu pun tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
 
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi mengungkapkan, semula ada 50 sekolah yang mengajukan PTM. Kemudian, pihaknya melakukan verifikasi pada 16-17 September 2021.
 
"Terverifikasi oleh kita 43 yang siap. Tapi sekarang menyusul satu, SMP Kesatuan. Karena mungkin pengawas pada waktu verifikasi tidak dimasukkan ke sistem sehingga tertinggal. Tapi kesiapannya sudah siap, jadi 44 sekolah," ungkap Hanafi, melansir Mediaindonesia.com, Kamis, 30 September 2021.

Hanafi menambahkan, dalam pelaksanaan PTM sekolah harus memiliki kesiapan sesuai dengan aturan yang tertuang dalam SKB empat menteri. Pihaknya juga menekankan, hanya sekolah yang terverifikasi faktual yang akan melaksanakan PTM terbatas.
 
"Jadi tidak semua sekolah di kabulkan verifikasi faktualnya dan ini menjadi masukkan bagi Satgas Covid-19 Kota Bogor dalam mengambil keputusan," terangnya.
 
Durasi pembelajaran selama 3 jam, mulai pukul 07.30 atau 08.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Kemudian kapasitas maksimal dibatasi 50 persen dan harus mendapatkan izin dari komite sekolah serta orang tua siswa. Kemudian di tahap kedua, ada 26 SMP yang akan melaksanakan PTM terbatas.
 
Baca: 90% Pelajar di Malang Diklaim Sudah Dapat Vaksin Dosis Pertama
 
Wali Kota Bogor Bima Arya yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor mengatakan, dasarnya menunda PTM karena ingin memastikan kesiapan protokol kesehatan dan ketentuannya. Menurutnya penundaan PTM didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan betul-betul bisa tetap dibuktikan di lapangan dengan sistem surveilansnya yang kuat dan berjalan.
 
Dia menyebut berdasarkan kondisi yang berkembang terkait PTM, ada opini yang tidak tepat mengenai penamaan klaster di sekolah. Padahal menurutnya belum tentu terpapar di sekolah saat PTM atau bisa juga karena akumulasi dari kasus-kasus lama.
 
"Karena itu dibutuhkan sistem surveilans yang betul-betul kuat dan komunikasi yang terjalin pun harus canggih dengan melibatkan semua pihak terkait, mulai dari sekolah, guru, pengawas hingga komite," tegasnya.
 
Dia menjelaskan ada tiga hal yang harus dipastikan. Pertama, prokes di masing-masing sekolah. Kedua, sistem surveilansnya. Jadi, lanjutnya, jika ada satu anak saja tidak masuk, surveilansnya harus langsung bekerja melakukan tracing. Ketiga, patroli.
 
"Selama seminggu itu kita awasi betul, termasuk kita pastikan angka vaksinasi maksimal di masing-masing sekolah dan dinas kesehatan juga melakukan swab antigen. Seminggu sekali saya minta diantigen semua," jelas Bima.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan