politikus Golkar Melli Darsa. Istimewa
politikus Golkar Melli Darsa. Istimewa

Pemilu 2024, Caleg Perempuan Bukan Sekadar Pengumpul Suara

Al Abrar • 04 Maret 2024 22:03
Jakarta: Pemilu 2024 harus menjadi momentum bagi kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik untuk membuktikan suatu kemajuan. Perempuan tidak boleh lagi sekadar ditempatkan sebagai vote getter atau cheerleader yang dapat turut menikmati kemenangan bersama kolega prianya.
 
Berdasarkan hasil Pemilu 2019, legislator perempuan di DPR RI berjumlah 120 orang dari total 575 anggota atau hanya 20,8 persen. Undang-undang mengamanatkan kuota afirmasi 30 persen dalam komposisi bakal caleg, kepengurusan partai politik, hingga penyelenggara pemilu.
 
"Afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik adalah kebijakan yang sudah dilahirkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun, hingga saat ini kebijakan ini masih belum efektif dan cenderung hanya merupakan suatu lip service," kata politikus Golkar Melli Darsa dalam seminar Keterwakilan Perempuan Lewat Pileg, Afirmasi atau Fiksi, di Univesitas Jayabaya, Jakarta, Senin, 4 Maret 2024.

Menurutntya dalam sistem pemilu yang memungkinkan keikutsertaan banyak partai tantangan yang dihadapi caleg perempuan menjadi lebih berat lagi. Hal itu disebabkan caleg perempuan harus melewati banyak perantara untuk dapat menembus pihak-pihak yang memiliki pengaruh demi mengamankan atau memperkuat kedudukan mereka.
 
"Bukan rahasia lagiproses pencalonan penyelenggara dan pengawas kerap dipengaruhi atau dilobi jauh-jauh hari sebelum pemilu bergulir oleh pihak-pihak yang kemudian akan mempunyai kepentingan dalam pemilu itu sendiri. Sejauh mana perempuan dalam posisi untuk bisa melobi seperti itu perlu dipertanyakan," beber dia.
 
"Seperti juga dalam konteks terkait kemiskinan, ketidakadilan yang umumnya akan pertama dan utamanya merugikan perempuan, demikian juga proses ini menjadi hambatan lebih besar pada kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan," tambah caleg Dapil Jabar III ini.
 
Dalam ekosistem yang cenderung tidak pro-perempuan ini, Melli berpandangan bahwa para petinggi partai adalah satu-satunya harapan bagi terwujudnya afirmasi keterwakilan perempuan yang selaras dengan semangat undang-undang. Para petinggi bisa mengintervensi untuk memastikan bahwa calon legislator perempuan-perempuan kompeten tetap bisa lolos dari lubang jarum. 
 
"Dalam hal di suatu dapil sudah jelas dapat dimenangkan lebih dari satu kursi maka sewajarnya, perempuan diizinkan dalam rangka Kebijakan Afirmasi Keterwakilan Perempuan untuk menduduki kursi tersebut dan tidak hanya dikaitkan siapa yang mendapatkan kursi terbanyak," beber dia.
 
Dia mengharapkan partai memiliki kebijakan afirmasi yang lebih berani demi menempatkan perempuan sebagai wakil rakyat. 
 
Petinggi partai pemenang Pemilu 2024 harus memberikan contoh untuk lebih melaksanakan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan secara progresif.
 
"Semoga di Pemilu 2024, representasi perempuan khususnya bagi partai yang berhasil mendapatkan simpati rakyat sebagai Juara I, II, III dapat membuktikan keberpihakannya kepada caleg perempuan yang kompeten di bidang legislasi dapat memperkaya dan meningkatkan kualitas legislasi agar lebih pro-perempuan untuk 5 tahun ke depan," pungkasnya.
 
Sementara itu pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti yang hadir pada acara yang sama mengungkapkan. Metode zigzag bisa kembali digunakan untuk tingkatkan keterlibatan perempuan di parlemen.
 
"Jadi misalnya partai politik setidaknya mendapatkan dua kursi di dalam satu dapil. Dan yang harus diutamakan untuk perhitungan suara kedua itu adalah perempuan dari peroleh suara terbanyak di dapil itu," kata Ray.
 
Menurutnya hal itu bisa meningkatkan keterlibatan perempuan di parlemen. "Itu bisa dipergunakan kembali," tegasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan