Jakarta: Desakan PDIP untuk menunda pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai tak relevan. pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan menolak gugatan dari para pemohon yakni kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Komunikolog politik dan hukum nasional Tamil Selvan menegaskan, KPU sudah menetapkan secara resmi pemenang Pilpres 2024, tinggal menunggu dilantik saja pada 20 Oktober 2024.
“Putusan MK itu kan menolak, kalau kita melihat kita menilik putusan MK itu menolak gugatan 01 dan 03 sehingga tidak bisa kemudian jika ada pihak-pihak mengatakan putusan PTUN itu akan membatalkan putusan MK gak masuk logika hukumnya kenapa karena putusan MK itu tidak memutuskan apa-apa,” ujar Tamil, Kamis, 25 April 2024.
Tamil menambahkan, tidak ada dasar hukum yang bisa menghalangi pelantikan Prabowo-Gibran, kalau hanya sekadar permintaan dari partai yang menggugat ke PTUN itu bukan menjadi dasar pertimbangan yang kuat.
“Tentu tidak mungkin KPU itu harus menunda agenda kerjanya karena ada pihak-pihak yang menggugat ke PTUN kecuali ketika gugatan yang dilayangkan ke PTUN, lalu kemudian PTUN itu yang menyurati KPU untuk menunda mekanisme keputusan KPU yang akan diumumkan,” katanya.
Tamil mengatakan, langkah PDIP melakukan menggugat ke PTUN dianggap sebagai bentuk kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap putusan MK karena belum mau menerima kekalahan dan mengakui Prabowo-Gibran sebagai pemenang.
“Pada dasarnya ketika PDIP masih menggugat KPU artinya secara logika PDIP tentu tidak puas dengan apa hasil keputusan MK,” ucapnya.
Tamil mengaku aneh dengan sikap PDIP, pasalnya baik Anies-Muhaimin bahkan Ganjar-Mahfud sendiri yang merupakan pasangan calon (paslon) yang mereka usung telah memberikan selamat kepada Prabowo-Gibran usai putusan MK dibacakan.
“PDIP mengambil langkah ke PTUN sah-sah saja, tetapi kalau saya berpandangan bahwa apa yang dilakukan oleh PDIP berbeda dengan paslon 01 dan 03, kita kan lihat paslon 01 dan 03 sendiri sebagai kontestan itu sudah memberikan ucapan selamat,” paparnya.
Lebih lanjut Tamil menegaskan, meskipun salah satu gugatan PDIP yang masih mempersoalkan penerimaan pendaftaran Gibran sebagai cawapres oleh KPU, namun menurut Tamil secara politik hal itu juga bisa dinilai sebagai langkah politik untuk menaikkan posisi tawar pada pemerintahan yang baru.
“Secara politik saya melihat tuntutan atau gugatan PDIP ke PTUN ini adalah bagian daripada bargaining politik PDIP terhadap penguasa hari ini maupun penguasa yang menang pilpres, bahwa penguasa butuh kekuatan PDIP sebagai partai politik terbesar. Nah saya kira gugatan ke PTUN ini menjadi modal dasar bagi PDIP untuk kemudian menerima tawaran-tawaran dari penguasa,” ucapnya.
"Dan kemudian menjadi alat atau daya tawar politik PDIP untuk mendapatkan porsi-porsi kekuasaan tertentu yang diinginkan PDIP dalam pemerintahan pemenang hari ini. Jadi secara politik saya melihat gugatan ke PTUN ini tidak lebih dari sekedar mengumpulkan kekuatan untuk bargaining politik PDIP pada penguasa hari ini,” kata Tamil.
PDIP melayangkan gugatan kepada KPU ke PTUN. Kuasa Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, mengatakan pokok permohonan yang dilayangkan terkait dugaan melawan hukum yang dilakukan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui badan penyelengara pemilu, yakni KPU.
Gugatan yang dilayangkan PDIP disebut berbeda dengan proses yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan di PTUN dimaksudkan mengungkap dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU selama proses Pemilu 2024.
"Kami ini fokus bukan pada proses hukum oleh KPU saja, tetapi lebih fokus lagi adalah perbuatan melawan hukum," ujar Gayus di PTUN, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.
Jakarta: Desakan PDIP untuk menunda pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai tak relevan. pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan menolak gugatan dari para pemohon yakni kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Komunikolog politik dan hukum nasional Tamil Selvan menegaskan, KPU sudah menetapkan secara resmi pemenang Pilpres 2024, tinggal menunggu dilantik saja pada 20 Oktober 2024.
“Putusan MK itu kan menolak, kalau kita melihat kita menilik putusan MK itu menolak gugatan 01 dan 03 sehingga tidak bisa kemudian jika ada pihak-pihak mengatakan putusan PTUN itu akan membatalkan putusan MK gak masuk logika hukumnya kenapa karena putusan MK itu tidak memutuskan apa-apa,” ujar Tamil, Kamis, 25 April 2024.
Tamil menambahkan, tidak ada dasar hukum yang bisa menghalangi pelantikan Prabowo-Gibran, kalau hanya sekadar permintaan dari partai yang menggugat ke PTUN itu bukan menjadi dasar pertimbangan yang kuat.
“Tentu tidak mungkin KPU itu harus menunda agenda kerjanya karena ada pihak-pihak yang menggugat ke PTUN kecuali ketika gugatan yang dilayangkan ke PTUN, lalu kemudian PTUN itu yang menyurati KPU untuk menunda mekanisme keputusan KPU yang akan diumumkan,” katanya.
Tamil mengatakan, langkah PDIP melakukan menggugat ke PTUN dianggap sebagai bentuk kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap putusan MK karena belum mau menerima kekalahan dan mengakui Prabowo-Gibran sebagai pemenang.
“Pada dasarnya ketika PDIP masih menggugat KPU artinya secara logika PDIP tentu tidak puas dengan apa hasil keputusan MK,” ucapnya.
Tamil mengaku aneh dengan sikap PDIP, pasalnya baik Anies-Muhaimin bahkan Ganjar-Mahfud sendiri yang merupakan pasangan calon (paslon) yang mereka usung telah memberikan selamat kepada Prabowo-Gibran usai putusan MK dibacakan.
“PDIP mengambil langkah ke PTUN sah-sah saja, tetapi kalau saya berpandangan bahwa apa yang dilakukan oleh PDIP berbeda dengan paslon 01 dan 03, kita kan lihat paslon 01 dan 03 sendiri sebagai kontestan itu sudah memberikan ucapan selamat,” paparnya.
Lebih lanjut Tamil menegaskan, meskipun salah satu gugatan PDIP yang masih mempersoalkan penerimaan pendaftaran Gibran sebagai cawapres oleh KPU, namun menurut Tamil secara politik hal itu juga bisa dinilai sebagai langkah politik untuk menaikkan posisi tawar pada pemerintahan yang baru.
“Secara politik saya melihat tuntutan atau gugatan PDIP ke PTUN ini adalah bagian daripada bargaining politik PDIP terhadap penguasa hari ini maupun penguasa yang menang pilpres, bahwa penguasa butuh kekuatan PDIP sebagai partai politik terbesar. Nah saya kira gugatan ke PTUN ini menjadi modal dasar bagi PDIP untuk kemudian menerima tawaran-tawaran dari penguasa,” ucapnya.
"Dan kemudian menjadi alat atau daya tawar politik PDIP untuk mendapatkan porsi-porsi kekuasaan tertentu yang diinginkan PDIP dalam pemerintahan pemenang hari ini. Jadi secara politik saya melihat gugatan ke PTUN ini tidak lebih dari sekedar mengumpulkan kekuatan untuk bargaining politik PDIP pada penguasa hari ini,” kata Tamil.
PDIP melayangkan gugatan kepada KPU ke PTUN. Kuasa Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, mengatakan pokok permohonan yang dilayangkan terkait dugaan melawan hukum yang dilakukan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui badan penyelengara pemilu, yakni KPU.
Gugatan yang dilayangkan PDIP disebut berbeda dengan proses yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan di PTUN dimaksudkan mengungkap dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU selama proses Pemilu 2024.
"Kami ini fokus bukan pada proses hukum oleh KPU saja, tetapi lebih fokus lagi adalah perbuatan melawan hukum," ujar Gayus di PTUN, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)