Lombok Utara: Bangunan berderet memanjang dengan posisi menurun satu sama lainnya. Tidak terlalu kokoh, namun nyatanya bangunan-bangunan itu tak roboh saat gempa mengguncang Lombok, Juli 2018.
Bangunan itu bernama Bale Mengina, rumah adat bagi masyarakat Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Rumah dengan pondasi kayu itu berukuran 7x9 meter dan 6x7 meter. Dindingnya menggunakan anyaman bambu dengan atap berlapis ilalang.
Bagian lantai tak ada yang spesial, hanya berlapis semen. Namun, di setiap sudut yang menyanggah bangunan ini beralaskan sebuah batu. Struktur ini dipercaya secara turun-temurun menjaga bangunan tahan gempa.
"Sehingga menurut kami bisa bertahan dari gempa yang begitu dahsyat dan menyelamatkan kami dari semua rentetan gempa," kata Kasie Pelayanan Umum Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, Rianom di lokasi, Rabu, 4 September 2019.
Anom mengatakan, rumah menggunakan jenis kayu khusus seperti kayu lenggorong, kedung dan kayu tap. Kayu-kayu tersebut merupakan racikan turun-temurun.
Selain untuk tempat beristirahat, rumah anti gempa ini juga punya Ina Bale. Posisinya berada di tengah-tengah area dalam rumah layaknya lantai dua. Anom mengatakan, Ina Bale khusus meletakkan benda-benda yang dianggap sakral. Terdapat 20 Ina Bale di lokasi seluas dua hektare tersebut.
Selain rumah adat, terdapat pula panggung yang dinamai Beruga. Mirip sebuah saung. Beruga difungsikan untuk acara adat. Posisinya, di antara Bale Mengina.
Suasana Desa Karang Bajo, Lombok Utara. Foto: Medcom.id/Fachrie Audhia Hafiez
Ia bercerita, saat peristiwa gempa Lombok berkekuatan magnitudo 6,4, bangunan-bangunan tersebut hanya sedikit bergeser, tak roboh. Ia semakin meyakini nenek moyang di Desa Karang Bajo telah memperhitungkan bangunan yang tahan guncangan dan kokoh.
Namun, Anom mengaku kecewa lantaran kini ada pergeseran keaslian bangunan-bangunan adat tersebut. Salah satunya, mulai ada warga yang merenovasi rumahnya dengan bahan kayu.
Menurut Anom, hal tersebut menjadikan rumah adat di Dusun Karang Bajo berkurang nilai keasliannya. "Di bagian depan ada beberapa rumah yang memakai batu bata. Rentan guncangan," kata Anom.
Selain rumah anti gempa, Bale Mengina juga dapat dijadikan sumber pendapatan desa di sektor pariwisata. Anom menegaskan Desa Karang Bajo masih kental dengan kebudayaannya. Ritual-ritual adat pada waktu tertentu masih dilaksanakan.
Ia berharap, pemerintah memberi perhatian khusus kepada Desa Karang Bajo. Sektor pariwisata diharapkan membantu perekonomian masyarakat. Salah satunya dengan penjualan kerajinan khas Desa Karang Bajo.
"Selain ritual adat, kerajinan tangan masyarakat disini bisa dijual kepada wisatawan," ujar Anom.
Desa Karang Bajo berjarak 114 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok. Perjalanan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Sebanyak 30 kepala keluarga berada di lokasi perkampungan adat ini.
Lombok Utara: Bangunan berderet memanjang dengan posisi menurun satu sama lainnya. Tidak terlalu kokoh, namun nyatanya bangunan-bangunan itu tak roboh saat gempa mengguncang Lombok, Juli 2018.
Bangunan itu bernama Bale Mengina, rumah adat bagi masyarakat Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Rumah dengan pondasi kayu itu berukuran 7x9 meter dan 6x7 meter. Dindingnya menggunakan anyaman bambu dengan atap berlapis ilalang.
Bagian lantai tak ada yang spesial, hanya berlapis semen. Namun, di setiap sudut yang menyanggah bangunan ini beralaskan sebuah batu. Struktur ini dipercaya secara turun-temurun menjaga bangunan tahan gempa.
"Sehingga menurut kami bisa bertahan dari gempa yang begitu dahsyat dan menyelamatkan kami dari semua rentetan gempa," kata Kasie Pelayanan Umum Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, Rianom di lokasi, Rabu, 4 September 2019.
Anom mengatakan, rumah menggunakan jenis kayu khusus seperti kayu lenggorong, kedung dan kayu tap. Kayu-kayu tersebut merupakan racikan turun-temurun.
Selain untuk tempat beristirahat, rumah anti gempa ini juga punya Ina Bale. Posisinya berada di tengah-tengah area dalam rumah layaknya lantai dua. Anom mengatakan, Ina Bale khusus meletakkan benda-benda yang dianggap sakral. Terdapat 20 Ina Bale di lokasi seluas dua hektare tersebut.
Selain rumah adat, terdapat pula panggung yang dinamai Beruga. Mirip sebuah saung. Beruga difungsikan untuk acara adat. Posisinya, di antara Bale Mengina.
Suasana Desa Karang Bajo, Lombok Utara. Foto: Medcom.id/Fachrie Audhia Hafiez
Ia bercerita, saat peristiwa gempa Lombok berkekuatan magnitudo 6,4, bangunan-bangunan tersebut hanya sedikit bergeser, tak roboh. Ia semakin meyakini nenek moyang di Desa Karang Bajo telah memperhitungkan bangunan yang tahan guncangan dan kokoh.
Namun, Anom mengaku kecewa lantaran kini ada pergeseran keaslian bangunan-bangunan adat tersebut. Salah satunya, mulai ada warga yang merenovasi rumahnya dengan bahan kayu.
Menurut Anom, hal tersebut menjadikan rumah adat di Dusun Karang Bajo berkurang nilai keasliannya. "Di bagian depan ada beberapa rumah yang memakai batu bata. Rentan guncangan," kata Anom.
Selain rumah anti gempa, Bale Mengina juga dapat dijadikan sumber pendapatan desa di sektor pariwisata. Anom menegaskan Desa Karang Bajo masih kental dengan kebudayaannya. Ritual-ritual adat pada waktu tertentu masih dilaksanakan.
Ia berharap, pemerintah memberi perhatian khusus kepada Desa Karang Bajo. Sektor pariwisata diharapkan membantu perekonomian masyarakat. Salah satunya dengan penjualan kerajinan khas Desa Karang Bajo.
"Selain ritual adat, kerajinan tangan masyarakat disini bisa dijual kepada wisatawan," ujar Anom.
Desa Karang Bajo berjarak 114 kilometer dari Bandar Udara Internasional Lombok. Perjalanan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Sebanyak 30 kepala keluarga berada di lokasi perkampungan adat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)