Lumajang: Sistem Peringatan Dini atau Early Warning System (EWS) di Stasiun Pemberitaan Banjir Dini Pos Siaga IV Semeru Kamar A di Dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sudah lama tak berfungsi. Akibatnya, warga sekitar pun tidak mendengar tanda-tanda peringatan dini bahaya sebelum erupsi Gunung Semeru.
Lailatul Khasanah, 25, penjaga Stasiun Pemberitaan Banjir Dini Pos Siaga IV Semeru Kamar A, mengatakan, stasiun yang didirikan di pekarangan rumahnya ini berusia lebih dari 20 tahun. Namun, 5 tahun terakhir, alarm di stasiun ini mati.
"Dulu waktu masih hidup kalau mau ada letusan Gunung Semeru berbunyi. Kalau sekarang sudah enggak berfungsi, sudah lima tahun tidak berfungsi," katanya, kepada Medcom.id, Sabtu 11 Desember 2021.
Lailatul menerangkan, stasiun ini berfungsi melaporkan kejadian kepada Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Mekanismenya, penjaga stasiun melaporkan kondisi dengan menggunakan handphone (HP).
Baca juga: Radio Antarpenduduk Tumpuan Komunikasi Evakuasi di Semeru
"Kalau ada apa-apa cuma disuruh lapor pakai HP. Mau hujan atau banjir suruh lapor pakai HP. Ini enggak ada sinyal dan bunyi sudah lama sudah lima tahun. Kalau dulu ya ada. Kalau mau ada banjir dulu itu berbunyi sirinenya. Kalau ada sirine lapor ke Gunung Sawur," ungkapnya.
Di stasiun ini terdapat menara setinggi sekitar 10 meter. Sebelumnya, sejumlah peralatan disiagakan di stasiun tersebut. Namun, sejak stasiun ini tak berfungsi, alat-alat tersebut diambil ke PGA Gunung Sawur.
"Jadi ini kontrak. Setiap bulan bayaran, Rp500 ribu satu bulannya. Sekarang juga masih dapat. Meskipun rusak ini masih dapat bayaran. Bayarnya empat bulan sekali,
kadang dikasi Rp1.5 juta, kadang Rp1.3 juta," jelasnya.
Lailatul mengaku, alat ini terakhir berfungsi pada 2014 lalu. Yakni saat terjadi banjir kecil di area Besuk Kobokan.
"Kalau sekarang masih lapor pakai HP itu. Kalau ini sudah neggak ada fungsinya. Jadi lihat dari pandangan mata, bukan dari bunyi sirine. Dulu kalau mau ada banjir, ada bahaya gitu bunyi sirine nya. Terakhir bunyi 2014, ada banjir biasa di besuk. Sekarang enggak," terangnya.
Lumajang:
Sistem Peringatan Dini atau Early Warning System (EWS) di Stasiun Pemberitaan Banjir Dini Pos Siaga IV Semeru Kamar A di Dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sudah lama tak berfungsi. Akibatnya, warga sekitar pun tidak mendengar tanda-tanda peringatan dini bahaya sebelum erupsi Gunung Semeru.
Lailatul Khasanah, 25, penjaga Stasiun Pemberitaan Banjir Dini Pos Siaga IV Semeru Kamar A, mengatakan, stasiun yang didirikan di pekarangan rumahnya ini berusia lebih dari 20 tahun. Namun, 5 tahun terakhir, alarm di stasiun ini mati.
"Dulu waktu masih hidup kalau mau ada letusan Gunung Semeru berbunyi. Kalau sekarang sudah enggak berfungsi, sudah lima tahun tidak berfungsi," katanya, kepada
Medcom.id, Sabtu 11 Desember 2021.
Lailatul menerangkan, stasiun ini berfungsi melaporkan kejadian kepada Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Mekanismenya, penjaga stasiun melaporkan kondisi dengan menggunakan handphone (HP).
Baca juga:
Radio Antarpenduduk Tumpuan Komunikasi Evakuasi di Semeru
"Kalau ada apa-apa cuma disuruh lapor pakai HP. Mau hujan atau banjir suruh lapor pakai HP. Ini enggak ada sinyal dan bunyi sudah lama sudah lima tahun. Kalau dulu ya ada. Kalau mau ada banjir dulu itu berbunyi sirinenya. Kalau ada sirine lapor ke Gunung Sawur," ungkapnya.
Di stasiun ini terdapat menara setinggi sekitar 10 meter. Sebelumnya, sejumlah peralatan disiagakan di stasiun tersebut. Namun, sejak stasiun ini tak berfungsi, alat-alat tersebut diambil ke PGA Gunung Sawur.
"Jadi ini kontrak. Setiap bulan bayaran, Rp500 ribu satu bulannya. Sekarang juga masih dapat. Meskipun rusak ini masih dapat bayaran. Bayarnya empat bulan sekali,
kadang dikasi Rp1.5 juta, kadang Rp1.3 juta," jelasnya.
Lailatul mengaku, alat ini terakhir berfungsi pada 2014 lalu. Yakni saat terjadi banjir kecil di area Besuk Kobokan.
"Kalau sekarang masih lapor pakai HP itu. Kalau ini sudah neggak ada fungsinya. Jadi lihat dari pandangan mata, bukan dari bunyi sirine. Dulu kalau mau ada banjir, ada bahaya gitu bunyi sirine nya. Terakhir bunyi 2014, ada banjir biasa di besuk. Sekarang enggak," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)