Makassar: Upaya Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, menekan penyebaran virus korona baru dengan melakukan tes cepat (rapid test) secara massal menghadapi kendala. Warga di sejumlah daerah menentang rencana tersebut dengan memblokade jalan dan memasang spanduk penolakan.
Alasan warga menolak rapid test di antaranya takut jika hasilnya reaktif dan terpaksa harus isolasi. Ada pula yang menganggap kegiatan tes covid-19 sebagai lahan bisnis.
"Sekarang ini banyak warga tidak korona, tapi dikoronakan," kata Maryam, warga Jalan Adipura, Kota Makassar, Selasa, 9 Juni 2020.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Azikin mengatakan, rapid test tidak dilakukan di wilayah episentrum penyebaran virus.
"Rapid test massal yang dilakukan pemkot juga sudah selesai, hanya berlangsung dua hari pada Jumat dan Sabtu lalu. Warga kecamatan Bontoala dan Makassar yang melakukan penolakan sebenarnya tidak masuk dalam lima kecamatan episentrum yang ditetapkan untuk dilakukan pelacakan," ujar Naisyah, Selasa, 9 Juni 2020.
Baca juga: Ganjar Minta Pos Indonesia Membenahi Penyaluran BST
Ia menjelaskan, kegiatan rapid test tahap awal telah dilakukan di lima kecamatan dan tahap kedua di enam kecamatan. Penetapan episentrum dilakukan berdasarkan jumlah kasus positif yang tertinggi terjadi di wilayah itu, yakni di Kecamatan Panakkukang, Rappocini, Tamalate, Biringkanaya, dan Tallo.
"Tidak semua kelurahan atau RT/RW juga dilakukan rapid. Hanya pada titik-titik yang ditemukan ada kasus positif hasil konfirmasi laboratorium PCR," jelas dia.
Menurut Naisyah, setelah ditemukan kasus positif, pihaknya melakukan penyisiran. Mulai dari orang satu rumah, kemudian kontak-kontak yang ditemui sehingga bisa dilakukan deteksi secara dini.
Pihaknya juga secara rutin memberikan informasi berupa edukasi ke masyarakat menggunakan mobil selama dua kali setiap hari. Yakni pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 Wita.
"Puskesmas juga diminta terus berkordinasi ke camat hingga pelibatan RT/RW memberi pemahaman sehingga masyarakat menyadari pentingnya rapid test."
Ia menambahkan, rapid test bertujuan melindungi masyarakat yang belum terjangkit dari orang-orang yang terkonfirmasi positif. Naisyah juga membantah isu yang menyatakan rapid test dilakukan sebagai lahan bisnis.
"Tidak ada yang dibeli. Di mana bisnisnya? Tenaga kesehatan kita yang turun melakukan rapid juga tidak ada yang dibayar sama sekali, karena sudah tupoksi mereka sebagai petugas laboratorium yang ada di puskesmas," tutup Naisyah.
Makassar: Upaya Pemerintah Kota Makassar, Sulawesi Selatan, menekan penyebaran virus korona baru dengan melakukan tes cepat (rapid test) secara massal menghadapi kendala. Warga di sejumlah daerah menentang rencana tersebut dengan memblokade jalan dan memasang spanduk penolakan.
Alasan warga menolak rapid test di antaranya takut jika hasilnya reaktif dan terpaksa harus isolasi. Ada pula yang menganggap kegiatan tes covid-19 sebagai lahan bisnis.
"Sekarang ini banyak warga tidak korona, tapi dikoronakan," kata Maryam, warga Jalan Adipura, Kota Makassar, Selasa, 9 Juni 2020.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Azikin mengatakan, rapid test tidak dilakukan di wilayah episentrum penyebaran virus.
"Rapid test massal yang dilakukan pemkot juga sudah selesai, hanya berlangsung dua hari pada Jumat dan Sabtu lalu. Warga kecamatan Bontoala dan Makassar yang melakukan penolakan sebenarnya tidak masuk dalam lima kecamatan episentrum yang ditetapkan untuk dilakukan pelacakan," ujar Naisyah, Selasa, 9 Juni 2020.
Baca juga:
Ganjar Minta Pos Indonesia Membenahi Penyaluran BST
Ia menjelaskan, kegiatan rapid test tahap awal telah dilakukan di lima kecamatan dan tahap kedua di enam kecamatan. Penetapan episentrum dilakukan berdasarkan jumlah kasus positif yang tertinggi terjadi di wilayah itu, yakni di Kecamatan Panakkukang, Rappocini, Tamalate, Biringkanaya, dan Tallo.
"Tidak semua kelurahan atau RT/RW juga dilakukan rapid. Hanya pada titik-titik yang ditemukan ada kasus positif hasil konfirmasi laboratorium PCR," jelas dia.
Menurut Naisyah, setelah ditemukan kasus positif, pihaknya melakukan penyisiran. Mulai dari orang satu rumah, kemudian kontak-kontak yang ditemui sehingga bisa dilakukan deteksi secara dini.
Pihaknya juga secara rutin memberikan informasi berupa edukasi ke masyarakat menggunakan mobil selama dua kali setiap hari. Yakni pada pukul 09.00 dan pukul 15.00 Wita.
"Puskesmas juga diminta terus berkordinasi ke camat hingga pelibatan RT/RW memberi pemahaman sehingga masyarakat menyadari pentingnya rapid test."
Ia menambahkan, rapid test bertujuan melindungi masyarakat yang belum terjangkit dari orang-orang yang terkonfirmasi positif. Naisyah juga membantah isu yang menyatakan rapid test dilakukan sebagai lahan bisnis.
"Tidak ada yang dibeli. Di mana bisnisnya? Tenaga kesehatan kita yang turun melakukan rapid juga tidak ada yang dibayar sama sekali, karena sudah tupoksi mereka sebagai petugas laboratorium yang ada di puskesmas," tutup Naisyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)