Yogyakarta: Siswi SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dipaksa memakai jilbab di sekolah masih belum bisa dimintai keterangan. Siswi tersebut hanya mau berkomunikasi dengan orang tertentu.
"Sudah mau komunikasi meski terbatas dengan orang tua, saya, dan beberapa orang," kata pegiat Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Yuliani dihubungi, Rabu, 3 Agustus 2022.
Yuliani mengatakan kondisi bocah tersebut yang belum stabil membuat upaya penggalian informasi lebih dalam terkait dugaan pemaksaan memakai jilbab mengalami hambatan. Meskipun, pihaknya sudah membantu menghubungkan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Kami belum bisa nanya-nanya kasusnya karena hanya mau komunikasi kasus lewat whatsapp ke ibunya dan saya. Jawabannya masih simpel-simpel, ya-tidak, ya-tidak," kata Koordinator Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) ini.
Ia mengatakan anak tersebut masih menjalani konsultasi dengan psikolog KPAI. Menurut dia, fokus pendampingan yang dilakukan agar memperbaiki mental anak.
"Namanya depresi berat jadi butuh proses. Tidak mudah atau cepat diperbaiki. Alhamdulillah anaknya masih mau sekolah," kata dia.
Ia menyebut siswi tersebut juga belum beraktivitas ke luar rumah. Ia mengatakan sudah beberapa kali mengajak anak itu untuk sekadar makan di warung makan namun ditolak.
"Aku enggak mau. Mau di rumah dulu aja," ujar Yuliani menirukan ungkapan anak 15 tahun itu.
Yogyakarta: Siswi
SMAN 1 Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dipaksa memakai jilbab di sekolah masih belum bisa dimintai keterangan. Siswi tersebut hanya mau berkomunikasi dengan orang tertentu.
"Sudah mau komunikasi meski terbatas dengan orang tua, saya, dan beberapa orang," kata pegiat Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), Yuliani dihubungi, Rabu, 3 Agustus 2022.
Yuliani mengatakan kondisi bocah tersebut yang belum stabil membuat upaya penggalian informasi lebih dalam terkait
dugaan pemaksaan memakai jilbab mengalami hambatan. Meskipun, pihaknya sudah membantu menghubungkan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Kami belum bisa nanya-nanya kasusnya karena hanya mau komunikasi kasus lewat whatsapp ke ibunya dan saya. Jawabannya masih simpel-simpel, ya-tidak, ya-tidak," kata Koordinator Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) ini.
Ia mengatakan anak tersebut masih menjalani
konsultasi dengan psikolog KPAI. Menurut dia, fokus pendampingan yang dilakukan agar memperbaiki mental anak.
"Namanya depresi berat jadi butuh proses. Tidak mudah atau cepat diperbaiki. Alhamdulillah anaknya masih mau sekolah," kata dia.
Ia menyebut siswi tersebut juga belum beraktivitas ke luar rumah. Ia mengatakan sudah beberapa kali mengajak anak itu untuk sekadar makan di warung makan namun ditolak.
"Aku enggak mau. Mau di rumah dulu aja," ujar Yuliani menirukan ungkapan anak 15 tahun itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)