Sukabumi: Perhimpunan Petani dan Nelayan seluruh Indonesia (PPNSI) mengkritisi sejumlah masalah perikanan nasional yang masih banyak harus dibenahi. Hal itu disampaikan dalam Pelantikan Pengurus dan Rakernas Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) di Hotel Pangrango Resort, Sukabumi, Minggu, 19 September 2021.
Ketua PPNSI Slamet mengatakan kebijakan di sektor perikanan belum berpihak kepada nelayan. Seperti impor garam dan komoditas perikanan.
Menurut Slamet berbagai kendala di sektor perikanan masih banyak ditemukan. Seperti konektivitas infrastruktur yang belum terpadu. Ini menyebabkan suplai barang antar daerah masih sangat terbatas.
Pada kuartal I 2021, impor produk perikanan mencapai 42.079 ton, dengan nilai 65,34 juta USD atau sekitar Rp942,2 miliar pada periode Januari-Februari 2021. Impor didominasi oleh komoditas tepung ikan dengan volume impor sebesar 24.465 ton atau setara 58,1 persen dari total ekspor. Nilainya sebesar 16,94 juta USD. Untuk makarel, selama dua bulan terakhir sebanyak 5.844 ton diimpor dengan nilai transaksi sebesar 8,07 juta USD.
Baca: Pasang Perangkap Ikan, Pria Ini Malah Diserang Buaya
Namun, di sisi lain untuk mengangkut ikan hasil produksi dari wilayah timur Indonesia juga terkendala sarana dan prasarana logistik yang terbatas. Sehingga biaya operasional akan jauh lebih mahal ketimbang dengan mendatangkan ikan secara impor dengan nilai sebesar 3,65 juta USD.
Secara sederhana konektivitas logistik akan menjadi sangat penting ketika stok perikanan yang tinggi di wilayah timur Indonesia (lumbung ikan nasional) menjadi tidak bermanfaat karena keterbatasan pasar.
Imbasnya, ia mencontohkan bahwa harga ikan tongkol lokal juga jauh lebih mahal ketimbang ikan tongkol impor. Menurut data, komoditas ikan tongkol per kilogramnya mencapai 34.000 hingga 35.000 rupiah per kilogramnya. Sedangkan untuk ikan impor hanya berada di kisaran 22.000 rupiah per kilogram.
Pemerintah punya PR besar terkait infrastruktur logistik kemaritiman. Pemerintah pun diminta menekan impor garam. Pemerintah sendiri berencana mengimpor garam sebesar 3,07 juta ton yang sudah terealisasi kurang lebih 35,1% atau 1,08 juta ton.
Slamet melanjutkan jika tidak ada upaya pemerintah untuk mengurangi impor dengan memanfaatkan produksi perikanan, maka akan sulit untuk mengubah keunggulan komparatif sektor perikanan menjadi keunggulan kompetitif.
Sukabumi: Perhimpunan Petani dan Nelayan seluruh Indonesia (PPNSI) mengkritisi sejumlah masalah perikanan nasional yang masih banyak harus dibenahi. Hal itu disampaikan dalam Pelantikan Pengurus dan Rakernas Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) di Hotel Pangrango Resort, Sukabumi, Minggu, 19 September 2021.
Ketua PPNSI Slamet mengatakan kebijakan di sektor perikanan belum berpihak kepada nelayan. Seperti impor garam dan komoditas perikanan.
Menurut Slamet berbagai kendala di sektor perikanan masih banyak ditemukan. Seperti konektivitas infrastruktur yang belum terpadu. Ini menyebabkan suplai barang antar daerah masih sangat terbatas.
Pada kuartal I 2021, impor produk perikanan mencapai 42.079 ton, dengan nilai 65,34 juta USD atau sekitar Rp942,2 miliar pada periode Januari-Februari 2021. Impor didominasi oleh komoditas tepung ikan dengan volume impor sebesar 24.465 ton atau setara 58,1 persen dari total ekspor. Nilainya sebesar 16,94 juta USD. Untuk makarel, selama dua bulan terakhir sebanyak 5.844 ton diimpor dengan nilai transaksi sebesar 8,07 juta USD.
Baca: Pasang Perangkap Ikan, Pria Ini Malah Diserang Buaya
Namun, di sisi lain untuk mengangkut ikan hasil produksi dari wilayah timur Indonesia juga terkendala sarana dan prasarana logistik yang terbatas. Sehingga biaya operasional akan jauh lebih mahal ketimbang dengan mendatangkan ikan secara impor dengan nilai sebesar 3,65 juta USD.
Secara sederhana konektivitas logistik akan menjadi sangat penting ketika stok perikanan yang tinggi di wilayah timur Indonesia (lumbung ikan nasional) menjadi tidak bermanfaat karena keterbatasan pasar.
Imbasnya, ia mencontohkan bahwa harga ikan tongkol lokal juga jauh lebih mahal ketimbang ikan tongkol impor. Menurut data, komoditas ikan tongkol per kilogramnya mencapai 34.000 hingga 35.000 rupiah per kilogramnya. Sedangkan untuk ikan impor hanya berada di kisaran 22.000 rupiah per kilogram.
Pemerintah punya PR besar terkait infrastruktur logistik kemaritiman. Pemerintah pun diminta menekan impor garam. Pemerintah sendiri berencana mengimpor garam sebesar 3,07 juta ton yang sudah terealisasi kurang lebih 35,1% atau 1,08 juta ton.
Slamet melanjutkan jika tidak ada upaya pemerintah untuk mengurangi impor dengan memanfaatkan produksi perikanan, maka akan sulit untuk mengubah keunggulan komparatif sektor perikanan menjadi keunggulan kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)