Makassar: Sebanyak tujuh guru besar Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, dikabarkan mundur mengajar di program studi S3 manajemen. Pengunduran diri itu dipicu intervensi meluluskan salah satu mahasiswa yang dinilai tidak memenuhi syarat.
Ketujuh guru besar yang sempat menyatakan mundur untuk mengajar di program studi S3 Manajemen di antaranya Profesor Muhammad Idrus Taba, Idayanti Nusyamsi, Siti Haerani dan Cevi Pahlevi. Tiga guru besar lainnya yakni Profesor Haris Maupa, Profesor Muhammad Asdar, dan Profesor Mahlia Muis.
Rektor Unhas, Profesor Jamaluddin Jompa, mengatakan ketujuh guru besar tersebut pada dasarnya tidak mundur sebagai dosen. Tapi hanya mundur mengajar di program studi tertentu. Namun, ia mengakui ada konflik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis sehingga hal itu terjadi.
"Jadi kita sudah mencari solusi dengan mengadakan pertemuan dekan dan guru besar," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, terkait dengan isu adanya intervensi pemberian nilai terhadap salah satu mahasiswa S3, pihaknya mengatakan hal itu telah dibicarakan dengan baik. Pembicaraan itu terkait dengan hak-hak mahasiswa yang harus diproteksi oleh Unhas.
Karena dalam aturan pascasarjana Unhas jika ada satu matakuliah yang tidak lulus, sama dengan drop out (DO) walaupun semua lulus. Sehingga tidak boleh dibiarkan. Jika ada satu mata kuliah yang bermasalah, harus dirapatkan guna mencarikan solusi.
"Itu wajar dan memang saya minta untuk melihat anak-anak sebagai orang yang harus kita bina," jelasnya.
Meski dilakukan pertemuan, namun dua dosen tetap tidak memberikan nilai tersebut sehingga salah satu mahasiswa yang sampai saat ini tidak diketahui identitasnya tidak lulus dan harus mundur dari program pascasarjana S3 Unhas.
"Walaupun dosen bisa lakukan intervensi, tapi kita tidak lakukan itu," tegasnya.
Rektor Unhas Bentuk Tim Verifikasi
Dengan adanya situasi seperti itu pihaknya telah memanggil semua pihak yang terlibat untuk dibicarakan. Dari hasil pertemuan, semua sepakat saling memaafkan namun masih akan dilakukan rapat senat fakultas yang telah diserahkan ke dekan.
"Kami juga bentuk tim verifikasi karena masalah ini kita juga tidak boleh lengah," jelasnya.
Tim tersebut dibentuk untuk melihat bagaimana proses penyelesaian permasalahan yang terjadi sehingga sebanyak tujuh guru besar Unhas mengundurkan diri untuk mengajar di program pascasarjana.
"Saya bertanggung jawab menyelesaikan ini. Dengan segala otoritas sebagai rektor untuk menyelesaikan ini secara tuntas," sambungnya.
Jamaluddin Jompa melajutkan, tim verifikasi akan mengumpulkan informasi dari kedua pihak agar semua keluhan bisa terakomodasi dan melahirkan solusi. Pihaknya juga akan melakukan dialog terkait persoalan tersebut.
"Saya akan selesaikan ini dengan waktu sesingkat-singkatnya. Saya juga akan adakan dialog," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Tim verifikasi yang dibentuk juga untuk menyikapi isu-isu yang beredar Unhas. Tim ini akan memastikan bahwa isu itu bukan sekadar kabar angin tapi ada fakta.
"Harus ada fakta, harus ada verifikator, sebelum rektor memutuskan apa solusinya," ucapnya.
Surat Pengunduran Diri Guru Besar Beredar
Diketahui, persoalan mundurnya 7 guru besar Unhas mengemuka usai surat pengunduran diri salah satu guru besar beredardi media sosial. Dalam surat dengan nama Prof Dr Siti Haerani dan ditujukan ke Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Dalam surat tersebut, Profsor Siti Haerani menyampaikan bahwa tidak bersedia mengajar, membimbing dan menguji mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Manajemen, kecuali membimbing dan menguji mahasiswa yang merupakan penugasan sebelumnya.
Alasan mundurnya Siti Haerani itu terdapat beberapa poin di antaranya adanya intervensi dekan dalam pemberian nilai mahasiswa mata kuliah yang dia ampu pada Program S3, ia diminta untuk meluluskan mahasiswa yang sama sekali tidak memenuhi syarat untuk diluluskan.
"Dalam artian nol kehadiran padahal perkuliahan dilakukan secara online, tidak ada tugas, tidak ikut ujian, tidak ada komunikasi dengan dosen, baik melalui chat whatsapp pribadi maupun grup, untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada perkuliahan, hingga keluarnya nilai diakhir semester, justru yang sibuk mencarikan alasan yang tak masuk akal dan mengada-ada adalah Dekan FEB sendiri," ucapnya.
Makassar: Sebanyak tujuh guru besar Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, dikabarkan mundur mengajar di
program studi S3 manajemen. Pengunduran diri itu dipicu intervensi meluluskan salah satu mahasiswa yang dinilai tidak memenuhi syarat.
Ketujuh guru besar yang sempat menyatakan mundur untuk mengajar di program studi S3 Manajemen di antaranya Profesor Muhammad Idrus Taba, Idayanti Nusyamsi, Siti Haerani dan Cevi Pahlevi. Tiga guru besar lainnya yakni Profesor Haris Maupa, Profesor Muhammad Asdar, dan Profesor Mahlia Muis.
Rektor Unhas, Profesor Jamaluddin Jompa, mengatakan ketujuh guru besar tersebut pada dasarnya tidak mundur sebagai dosen. Tapi
hanya mundur mengajar di program studi tertentu. Namun, ia mengakui ada konflik di Fakultas Ekonomi dan Bisnis sehingga hal itu terjadi.
"Jadi kita sudah mencari solusi dengan mengadakan pertemuan dekan dan guru besar," katanya, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, terkait dengan isu adanya intervensi pemberian nilai terhadap salah satu mahasiswa S3, pihaknya mengatakan hal itu telah dibicarakan dengan baik. Pembicaraan itu terkait dengan hak-hak mahasiswa yang harus diproteksi oleh Unhas.
Karena dalam aturan pascasarjana Unhas jika ada satu matakuliah yang tidak lulus, sama dengan drop out (DO) walaupun semua lulus. Sehingga tidak boleh dibiarkan. Jika ada satu mata kuliah yang bermasalah, harus dirapatkan guna mencarikan solusi.
"Itu wajar dan memang saya minta untuk melihat anak-anak sebagai orang yang harus kita bina," jelasnya.
Meski dilakukan pertemuan, namun dua dosen tetap tidak memberikan nilai tersebut sehingga salah satu mahasiswa yang sampai saat ini tidak diketahui identitasnya tidak lulus dan harus mundur dari program pascasarjana S3 Unhas.
"Walaupun dosen bisa lakukan intervensi, tapi kita tidak lakukan itu," tegasnya.
Rektor Unhas Bentuk Tim Verifikasi
Dengan adanya situasi seperti itu pihaknya telah memanggil semua pihak yang terlibat untuk dibicarakan. Dari hasil pertemuan, semua sepakat saling memaafkan namun masih akan dilakukan rapat senat fakultas yang telah diserahkan ke dekan.
"Kami juga bentuk tim verifikasi karena masalah ini kita juga tidak boleh lengah," jelasnya.
Tim tersebut dibentuk untuk melihat bagaimana proses penyelesaian permasalahan yang terjadi sehingga sebanyak
tujuh guru besar Unhas mengundurkan diri untuk mengajar di program pascasarjana.
"Saya bertanggung jawab menyelesaikan ini. Dengan segala otoritas sebagai rektor untuk menyelesaikan ini secara tuntas," sambungnya.
Jamaluddin Jompa melajutkan, tim verifikasi akan mengumpulkan informasi dari kedua pihak agar semua keluhan bisa terakomodasi dan melahirkan solusi. Pihaknya juga akan melakukan dialog terkait persoalan tersebut.
"Saya akan selesaikan ini dengan waktu sesingkat-singkatnya. Saya juga akan adakan dialog," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Tim verifikasi yang dibentuk juga untuk menyikapi isu-isu yang beredar Unhas. Tim ini akan memastikan bahwa i
su itu bukan sekadar kabar angin tapi ada fakta.
"Harus ada fakta, harus ada verifikator, sebelum rektor memutuskan apa solusinya," ucapnya.
Surat Pengunduran Diri Guru Besar Beredar
Diketahui, persoalan mundurnya 7 guru besar Unhas mengemuka usai surat pengunduran diri salah satu guru besar beredardi media sosial. Dalam surat dengan nama Prof Dr Siti Haerani dan ditujukan ke Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Dalam surat tersebut, Profsor Siti Haerani menyampaikan bahwa tidak bersedia mengajar, membimbing dan menguji mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Manajemen, kecuali membimbing dan menguji mahasiswa yang merupakan penugasan sebelumnya.
Alasan mundurnya Siti Haerani itu terdapat beberapa poin di antaranya adanya intervensi dekan dalam
pemberian nilai mahasiswa mata kuliah yang dia ampu pada Program S3, ia diminta untuk meluluskan mahasiswa yang sama sekali tidak memenuhi syarat untuk diluluskan.
"Dalam artian nol kehadiran padahal perkuliahan dilakukan secara
online, tidak ada tugas, tidak ikut ujian, tidak ada komunikasi dengan dosen, baik melalui
chat whatsapp pribadi maupun grup, untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada perkuliahan, hingga keluarnya nilai diakhir semester, justru yang sibuk mencarikan alasan yang tak masuk akal dan mengada-ada adalah Dekan FEB sendiri," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)