Mataram: Sejumlah nelayan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berharap pemerintah memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi biaya operasional melaut. Salah seorang nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Fauzi, mengatakan nelayan di daerah itu rata-rata menggunakan mesin tempel sehingga tidak ada yang menggunakan bahan bakar solar.
"Tetapi minimnya pasokan BBM jenis Premium memaksa kami menggunakan Pertalite, yang harganya relatif mahal. Mau tidak mau, kami terpaksa harus beli," kata Fauzi, Kamis, 7 April 2022.
Harga BBM jenis Pertalite saat ini sekitar Rp7.650 per liter. Sementara kebutuhan sekali melaut mencapai 10-15 liter, sehingga modal yang harus dikeluarkan sekali melaut sekitar Rp150 ribu, termasuk biaya makan dan lainnya.
"Kalau rezeki, kita bisa balik modal bahkan untung. Tapi kalau tidak rezeki bisa rugi," ucapnya.
Mereka berharap pemerintah bisa menurunkan harga BBM Pertalite setidaknya seharga Premium. Cara lain, menyiapkan subsidi BBM khusus nelayan.
"Subsidi itu bisa meringankan biaya operasional kita dan tidak terlalu merugi ketika hasil tangkapan kurang maksimal," ujarnya.
Ketika cuaca bagus, Fauzi bisa mendapatkan 1.000-2.000 ekor ikan tongkol. Namun, bila cuaca tidak bersahabat, dia hanya bisa mendapat puluhan ekor.
Baca: Solar Langka, Truk Mengular di Jalan Lintas Sumatra
"Pernah juga tidak dapat sama sekali. Hari ini saja, kami tidak melaut karena cuaca dan tidak ada modal," ucap dia.
Hal senada juga dikatakan nelayan lainnya, Murdiansyah dan Muhammad ali. Kondisi ekonomi nelayan saat ini sudah sangat memprihatinkan
"Kalau terjadi kenaikan BBM, mate wah ite (mati sudah kita)," kata Murdiansyah.
Ia sangat berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi rakyat kecil terutama kalangan nelayan, di tengah naiknya berbagai bahan pokok.
Mataram: Sejumlah
nelayan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berharap pemerintah memberikan subsidi bahan bakar minyak (
BBM) untuk mengurangi biaya operasional melaut. Salah seorang nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Fauzi, mengatakan nelayan di daerah itu rata-rata menggunakan mesin tempel sehingga tidak ada yang menggunakan bahan bakar
solar.
"Tetapi minimnya pasokan BBM jenis Premium memaksa kami menggunakan Pertalite, yang harganya relatif mahal. Mau tidak mau, kami terpaksa harus beli," kata Fauzi, Kamis, 7 April 2022.
Harga BBM jenis Pertalite saat ini sekitar Rp7.650 per liter. Sementara kebutuhan sekali melaut mencapai 10-15 liter, sehingga modal yang harus dikeluarkan sekali melaut sekitar Rp150 ribu, termasuk biaya makan dan lainnya.
"Kalau rezeki, kita bisa balik modal bahkan untung. Tapi kalau tidak rezeki bisa rugi," ucapnya.
Mereka berharap pemerintah bisa menurunkan harga BBM Pertalite setidaknya seharga Premium. Cara lain, menyiapkan subsidi BBM khusus nelayan.
"Subsidi itu bisa meringankan biaya operasional kita dan tidak terlalu merugi ketika hasil tangkapan kurang maksimal," ujarnya.
Ketika cuaca bagus, Fauzi bisa mendapatkan 1.000-2.000 ekor ikan tongkol. Namun, bila cuaca tidak bersahabat, dia hanya bisa mendapat puluhan ekor.
Baca:
Solar Langka, Truk Mengular di Jalan Lintas Sumatra
"Pernah juga tidak dapat sama sekali. Hari ini saja, kami tidak melaut karena cuaca dan tidak ada modal," ucap dia.
Hal senada juga dikatakan nelayan lainnya, Murdiansyah dan Muhammad ali. Kondisi ekonomi nelayan saat ini sudah sangat memprihatinkan
"Kalau terjadi kenaikan BBM,
mate wah ite (mati sudah kita)," kata Murdiansyah.
Ia sangat berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi rakyat kecil terutama kalangan nelayan, di tengah naiknya berbagai bahan pokok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)