Ketua TP PKK Jateng Siti Atikoh Suprianti (Foto:Dok)
Ketua TP PKK Jateng Siti Atikoh Suprianti (Foto:Dok)

Peringati Hari Ibu, Pemprov Jateng Dorong Penyelamatan Ibu Hamil dan Melahirkan

Gervin Nathaniel Purba • 22 Desember 2020 07:24
Semarang: Keselamatan ibu hamil dan melahirkan perlu mendapat perhatian dari masyarakat, bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga. Pemerintah pun diharapkan kehadirannya dalam menekan angka kematian ibu hamil dan melahirkan.
 
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Tim Penggerak (TP)  Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jateng Siti Atikoh Suprianti pada Webinar Peringatan Hari Ibu 2020 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan bertajuk Peran Lintas Sektor dalam Penyelamatan Ibu.
 
Guna mengurangi angka kematian ibu dan bayi, Pemprov Jateng sejak 2016 telah membuat program JateNG GayeNG NginceNG WoNG MeteNG. Nama program tersebut mengandung makna bahwa Jawa Tengah melalui slogan Jateng Gayeng, ingin mengurangi kematian ibu dan bayi dengan ‘nginceng wong meteng’ atau dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘mengintip atau memantau orang hamil.'

"Program ini cukup efektif mengurangi angka kematian ibu dari tahun ke tahun," kata Siti Atikoh.
 
Selain itu juga dilaksanakan empat peran PKK dalam mengurangi angka kematian ibu, yakni sebagai penyuluh, penggerak, pencatat, dan pendamping. Tugas tersebut dilakukan dengan mengaktifkan dasawisma.
 
"Penurunan angka kematian ini tak lepas dari peran PKK Jawa Tengah yang aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat," ucapnya.
 
Deputi bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni menyampaikan tentang situasi dan kondisi perempuan di Indonesia, serta kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan.
 
Menurutnya, perempuan harus berdaya dengan meningkatkan kualitas hidupnya, yakni dari sisi kesehatan, intelektualitas, dan ekonomi.
 
"Pentingnya edukasi ramah perempuan bagi laki-laki untuk mengeliminasi kekerasan terhadap perempuan yang seringkali terjadi di lingkungan rumah tangga. Peran perempuan, terutama kaum ibu, seringkali berhadapan dengan perspektif gender yang menyudutkan peran mereka. Banyak isu terhadap perempuan yang harus didorong untuk menghapus stigma negatif terhadap perempuan, seperti stigma ekonomi, stigma partisipasi politik, hingga stigma pendidikan rendah," kata Agustina.
 
Selain menyoroti angka kematian ibu hamil dan melahirkan, webinar tersebut juga menyoroti perihal kekerasan terhadap perempuan, khususnya ibu.
 
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jateng Retno Sudeni mengatakan telah dibentuk tim hingga ke pelosok desa untuk memangkas kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya ibu. Selain itu, pihaknya juga gencar menyampaikan kampanye anti pernikahan dini.
 
Retno menjelaskan hingga Oktober 2020, tercatat ada 10 ribu kasus pernikahan dini di Jateng. Hal ini disebabkan ketidaktahuan akan peraturan baru UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yakni mengatur usia minimal bagi perempuan menikah menjadi 19 tahun dari sebelumnya 16 tahun.
 
"Karena reproduksi perempuan belum mampu sehingga bisa menimbulkan angka kematian bayi dan ibu. Ditinjau dari segi kesehatan pun belum sempurna reproduksinya," kata Retno pada Webinar yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di Semarang, Jawa Tengah, 15 Desember 2020.
 
Pernikahan dini dinilai tidak sehat bagi perempuan. Selain organ produksi belum siap, kesehatan mental masih labil dalam menjalani pernikahan. Pernikahan dini masih terjadi karena faktor budaya di masyarakat, sehingga untuk menyukseskan kampanye anti pernikahan dini dibutuhkan peran masyarakat.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan