medcom.id, Pati: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merekomendasikan nelayan berpindah alat tangkap ikan dari jenis cantrang ke gillnet atau jaring insang organik. Alasannya, pemberat jaring cantrang dianggap menyentuh dasar laut sehingga ekosistem di dasar laut akan rusak karena tertarik oleh jaring cantrang.
Salah satu nelayan cantrang, Rasjiman, menyebut gillnet justru lebih merusak lingkungan laut ketimbang cantrang. Pasalnya pemberat gillnet lebih berat daripada cantrang.
"Cantrang pemberatnya hanya 3 kg, bisa sampai 12 kg tergantung kedalamannya. Kalau trawls yang sudah dilarang itu pemberatnya 50 kg. Gillnet ini pemberatnya bisa sampai 100 kg, pemberatnya itu berupa botol yang dicor," ungkap Rasjiman di Kampung Nelayan Desa Bendar, Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis 2 November 2017.
Selain itu, proses penangkapan ikan dengan cantrang hanya memakan waktu selama satu jam. Sementara jaring gillnet ditebar sore dan diangkat sekitar pukul dua dini hari.
"Gillnet malah menyapu dasar laut dan ikan apapun kena. Bahkan penyu, lumba-lumba yang dilindungi negara juga kena," katanya.
Anggota Komisi IV DPR Fadholi yang hadir dalam dialog bersama nelayan Desa Bendar, Juwana mendorong dilakukannya uji petik terkait aturan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang. "Kita akan lakukan uji petik dan studi untuk melihat seberapa besar penggunaan cantrang terhadap kerusakan lingkungan laut," ujar Fadholi.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai NasDem Fadholi/MTVN/Husen Miftahudin
Politikus Partai NasDem itu mengatakan, dalam mengambil sebuah kebijakan pemerintah harus melihat semua aspek. Jangan sampai aturan tersebut justru nantinya akan menimbulkan efek domino bagi kesejahteraan masyarakat nelayan.
"Masyarakat dan nelayan harus tetap dipikirkan. Perlu dicarikan solusi bersama," katanya.
Namun demikian, jika uji petik tersebut telah dilakukan, Fadholi meminta ada komitmen bersama dari semua pihak agar mau mengaplikasikan dan melakukan perbaikan.
"Kalau nelayan berani melakukan uji petik, akan kita ajukan. Tapi harus konsekuen, kalau memang nanti hasilnya menunjukkan penggunaan cantrang tidak baik bagi lingkungan, ya katakan tidak baik, dan ikuti aturan. Tapi kalau hasil uji petik tidak bermasalah bagi lingkungan, silakan lanjutkan," jelas Fadholi.
Dia juga berharap agar pemerintah kembali memberikan perpanjangan waktu penggunaan cantrang hingga adanya hasil uji petik dan solusi terbaik bagi para nelayan.
"Saya minta kepada pemerintah daerah dan kementerian untuk wilayah Jawa Tengah dilakukan perpanjangan kembali, karena masa perpanjangan sudah hampir habis. Ini merupakan masa krisis bagi nelayan, jangan sampai mereka kehilangan mata pencahariannya," pungkas Fadholi.
Suasana dialog para nelayan dengan Politikus Partai NasDem di Desa Bendar, Juwana, Pati/MTVN/Husen Miftahudin
medcom.id, Pati: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merekomendasikan nelayan berpindah alat tangkap ikan dari jenis cantrang ke gillnet atau jaring insang organik. Alasannya, pemberat jaring cantrang dianggap menyentuh dasar laut sehingga ekosistem di dasar laut akan rusak karena tertarik oleh jaring cantrang.
Salah satu nelayan cantrang, Rasjiman, menyebut gillnet justru lebih merusak lingkungan laut ketimbang cantrang. Pasalnya pemberat gillnet lebih berat daripada cantrang.
"Cantrang pemberatnya hanya 3 kg, bisa sampai 12 kg tergantung kedalamannya. Kalau trawls yang sudah dilarang itu pemberatnya 50 kg. Gillnet ini pemberatnya bisa sampai 100 kg, pemberatnya itu berupa botol yang dicor," ungkap Rasjiman di Kampung Nelayan Desa Bendar, Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis 2 November 2017.
Selain itu, proses penangkapan ikan dengan cantrang hanya memakan waktu selama satu jam. Sementara jaring gillnet ditebar sore dan diangkat sekitar pukul dua dini hari.
"Gillnet malah menyapu dasar laut dan ikan apapun kena. Bahkan penyu, lumba-lumba yang dilindungi negara juga kena," katanya.
Anggota Komisi IV DPR Fadholi yang hadir dalam dialog bersama nelayan Desa Bendar, Juwana mendorong dilakukannya uji petik terkait aturan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang. "Kita akan lakukan uji petik dan studi untuk melihat seberapa besar penggunaan cantrang terhadap kerusakan lingkungan laut," ujar Fadholi.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai NasDem Fadholi/MTVN/Husen Miftahudin
Politikus Partai NasDem itu mengatakan, dalam mengambil sebuah kebijakan pemerintah harus melihat semua aspek. Jangan sampai aturan tersebut justru nantinya akan menimbulkan efek domino bagi kesejahteraan masyarakat nelayan.
"Masyarakat dan nelayan harus tetap dipikirkan. Perlu dicarikan solusi bersama," katanya.
Namun demikian, jika uji petik tersebut telah dilakukan, Fadholi meminta ada komitmen bersama dari semua pihak agar mau mengaplikasikan dan melakukan perbaikan.
"Kalau nelayan berani melakukan uji petik, akan kita ajukan. Tapi harus konsekuen, kalau memang nanti hasilnya menunjukkan penggunaan cantrang tidak baik bagi lingkungan, ya katakan tidak baik, dan ikuti aturan. Tapi kalau hasil uji petik tidak bermasalah bagi lingkungan, silakan lanjutkan," jelas Fadholi.
Dia juga berharap agar pemerintah kembali memberikan perpanjangan waktu penggunaan cantrang hingga adanya hasil uji petik dan solusi terbaik bagi para nelayan.
"Saya minta kepada pemerintah daerah dan kementerian untuk wilayah Jawa Tengah dilakukan perpanjangan kembali, karena masa perpanjangan sudah hampir habis. Ini merupakan masa krisis bagi nelayan, jangan sampai mereka kehilangan mata pencahariannya," pungkas Fadholi.
Suasana dialog para nelayan dengan Politikus Partai NasDem di Desa Bendar, Juwana, Pati/MTVN/Husen Miftahudin
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)