Batam: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengapresiasi kinerja Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) yang kini berganti penamaan dengan Polsus Kelautan yang telah berhasil menangani sebanyak 108 kasus sepanjang tahun 2024.
Pengungkapan dilakukan melalui kegiatan patroli di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menerima pengaduan masyarakat terkait kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan peran Polsus dirasa penting untuk menjaga ekologi sumber daya kelautan dan juga terus mengawasi serta berani menertibkan para pelaku usaha yang tidak memiliki izin atau melakukan pelanggaran.
"Saya mengapresiasi jajaran PSDKP khususnya Polsus atas kinerjanya dalam bisang kelautan yang membanggakan dalam empat tahun terakhir ini," kata Trenggono saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Polisis Khusus Keluatan Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis, 9 Oktober 2024.
Trenggono juga mengatakan PSDKP berani menyegel usaha wisata bahari milik WNA asal Jerman di Pulau Maratua, Kalimantan Timur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun, bahkan sebelum menjadi Menteri. Trenggono sudah pernah bermalam di pulau tersebut.
"Tempatnya enak dan bagus namun pada saat itu saya tidak paham. Akhirnya sebulan lalu Polsus memeriksa dan Alhamdulillah hasilnya bagus. Polsus kelautan juga telah berhasil pengenaan sanksi administratif dan penyelesaikan sengketa sebesar Rp37,5 miliar. Namun ini menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak pelanggaran di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan ruang laut," jelasnya.
Sementara Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Sakson (Ipunk) menjelaskan pentingnya peran Polsus dalam mengawal dan menghentikan pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan.
"Sejatinya Polsus Kelautan jadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan terhadap pemenuhan dokumen dan/atau pelaksanaan persetujuan/konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL). Serta melakukan pengawasan pemanfaatan sumber daya di Laut yang dilakukan terhadap pemenuhan standar perizinan berusaha subsektor pengelolaan Ruang Laut," ungkap Ipunk.
Kementerian Kelautan dan Perikanan pertama kali membentuk Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) pada tahun 2013 sebagai tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya di bidang pengawasan.
“Sebaran Polsus Kelautan sebanyak 233 orang di UPT PSDKP kemudian 70 Orang di Pusat dan di PEMDA mencapai 213 orang. Total terdapat 516 Polsus hingga saat ini,” katanya.
Ipunk menyebut sampai dengan tahun 2024, Polsus Kelautan telah berhasil melakukan kegiatan penyegelan terhadap pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan, kapal dredger/isap pasir, dan sengketa yang menyebabkan kerusakan di bidang kelautan.
Berdasarkan data terdapat total 108 kasus yang berhasil ditangani tahun 2024, yang terdiri dari 90 kasus pelanggaran ruang laut, 9 kasus destructive fishing, 6 kasus ikan dilindungi, dan 3 kasus kerusakan kapal kandas.
“Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisit dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Polsus PWP3K memiliki kewenangan untuk mengawasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (K/PKKPRL)," ujar Ipunk.
Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pihaknya akan terus memperkuat pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut di sana. Selain terkait perizinan, pengawasan juga dilakukan terhadap aksi pencurian sumber daya alam (SDA) perikanan.
Batam:
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengapresiasi kinerja Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) yang kini berganti penamaan dengan Polsus Kelautan yang telah berhasil menangani sebanyak 108 kasus sepanjang tahun 2024.
Pengungkapan dilakukan melalui kegiatan patroli di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menerima pengaduan masyarakat terkait kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan peran Polsus dirasa penting untuk menjaga ekologi sumber daya kelautan dan juga terus mengawasi serta berani menertibkan para pelaku usaha yang tidak memiliki izin atau melakukan pelanggaran.
"Saya mengapresiasi jajaran PSDKP khususnya Polsus atas kinerjanya dalam bisang kelautan yang membanggakan dalam empat tahun terakhir ini," kata Trenggono saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Polisis Khusus Keluatan Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis, 9 Oktober 2024.
Trenggono juga mengatakan PSDKP berani menyegel usaha wisata bahari milik WNA asal Jerman di Pulau Maratua, Kalimantan Timur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun, bahkan sebelum menjadi Menteri. Trenggono sudah pernah bermalam di pulau tersebut.
"Tempatnya enak dan bagus namun pada saat itu saya tidak paham. Akhirnya sebulan lalu Polsus memeriksa dan Alhamdulillah hasilnya bagus. Polsus kelautan juga telah berhasil pengenaan sanksi administratif dan penyelesaikan sengketa sebesar Rp37,5 miliar. Namun ini menjadi salah satu indikator bahwa masih banyak pelanggaran di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan ruang laut," jelasnya.
Sementara Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Sakson (Ipunk) menjelaskan pentingnya peran Polsus dalam mengawal dan menghentikan pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan.
"Sejatinya Polsus Kelautan jadi garda terdepan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan ruang laut yang dilakukan terhadap pemenuhan dokumen dan/atau pelaksanaan persetujuan/konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL). Serta melakukan pengawasan pemanfaatan sumber daya di Laut yang dilakukan terhadap pemenuhan standar perizinan berusaha subsektor pengelolaan Ruang Laut," ungkap Ipunk.
Kementerian Kelautan dan Perikanan pertama kali membentuk Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (PWP3K) pada tahun 2013 sebagai tindak lanjut atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya di bidang pengawasan.
“Sebaran Polsus Kelautan sebanyak 233 orang di UPT PSDKP kemudian 70 Orang di Pusat dan di PEMDA mencapai 213 orang. Total terdapat 516 Polsus hingga saat ini,” katanya.
Ipunk menyebut sampai dengan tahun 2024, Polsus Kelautan telah berhasil melakukan kegiatan penyegelan terhadap pelaku usaha pemanfaatan ruang laut yang tidak sesuai perizinan, kapal dredger/isap pasir, dan sengketa yang menyebabkan kerusakan di bidang kelautan.
Berdasarkan data terdapat total 108 kasus yang berhasil ditangani tahun 2024, yang terdiri dari 90 kasus pelanggaran ruang laut, 9 kasus destructive fishing, 6 kasus ikan dilindungi, dan 3 kasus kerusakan kapal kandas.
“Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisit dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, Polsus PWP3K memiliki kewenangan untuk mengawasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (K/PKKPRL)," ujar Ipunk.
Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pihaknya akan terus memperkuat pengawasan pulau-pulau terluar Indonesia untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut di sana. Selain terkait perizinan, pengawasan juga dilakukan terhadap aksi pencurian sumber daya alam (SDA) perikanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)