Yogyakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkawatirkan dampak dari realisasi kebijakan kenaikan pajak hiburan 40-75 persen. Kekhawatiran ini pada persoalan kelanjutan orang yang bekerja.
"Kami minta agar penerapan UU Nomor 1 tahun 2022, terkait pajak hiburan dilakukan dilakukan penundaan," kata Wakil Ketua Umum Bidang Perpajakan dan Kepabeanan Kadin DIY, Deddy Suwadi, saat dihubungi, Sabtu, 26 Januari 2024.
Suwadi menjelaskan pelaku wisata di DIY akan sangat berat bila pajak hiburan dipatok 40-75 persen. Menurut dia kondisi itu sangat tak ideal setelah dihantam pandemi covid-19 sekitar 2 tahun.
"Semua sektor penunjang industri wisata itu semua mandek dan mengalami kerugian yang cukup besar. DIY saat ini baru melakukan pemulihan akibat dampak pandemi," jelas Suwadi.
Suwadi menyatakan akan berkoordinasi dengan lembaga lain terkait rencana penetapan pajak hiburan itu. Menurutnya, kondisi saat ini masih tepat bila ketentuan pajak memakai aturan yang lama.
"Bukan gak bayar pajak, tetep temen-temen bayar pajak, tapi dengan tarif yang lama," ungkapnya.
Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Deddy Pranowo Eryono, mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa menjadi salah satu dampak realisasi pajak hiburan 40 hingga 75 persen itu. Menurut dia, PHK akan bisa dengan cepat terjadi bila kebijakan itu benar diterapkan di Yogyakarta.
"Gak butuh waktu lama, begitu diterapkan, gak ada wisatawan, ya PHK. Dua sampai tiga bulan sudah bisa. Makanya kita ingin menunda di DIY, menolak di pusat," kata Deddy.
Yogyakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkawatirkan dampak dari realisasi kebijakan kenaikan
pajak hiburan 40-75 persen. Kekhawatiran ini pada persoalan kelanjutan orang yang
bekerja.
"Kami minta agar penerapan UU Nomor 1 tahun 2022, terkait pajak hiburan dilakukan dilakukan penundaan," kata Wakil Ketua Umum Bidang Perpajakan dan Kepabeanan Kadin DIY, Deddy Suwadi, saat dihubungi, Sabtu, 26 Januari 2024.
Suwadi menjelaskan pelaku wisata di DIY akan sangat berat bila pajak hiburan dipatok 40-75 persen. Menurut dia kondisi itu sangat tak ideal setelah dihantam pandemi covid-19 sekitar 2 tahun.
"Semua sektor penunjang industri wisata itu semua mandek dan mengalami kerugian yang cukup besar. DIY saat ini baru melakukan pemulihan akibat dampak pandemi," jelas Suwadi.
Suwadi menyatakan akan berkoordinasi dengan lembaga lain terkait rencana penetapan pajak hiburan itu. Menurutnya, kondisi saat ini masih tepat bila ketentuan pajak memakai aturan yang lama.
"Bukan gak bayar pajak, tetep temen-temen bayar pajak, tapi dengan tarif yang lama," ungkapnya.
Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Deddy Pranowo Eryono, mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa menjadi salah satu dampak realisasi pajak hiburan 40 hingga 75 persen itu. Menurut dia, PHK akan bisa dengan cepat terjadi bila kebijakan itu benar diterapkan di Yogyakarta.
"Gak butuh waktu lama, begitu diterapkan, gak ada wisatawan, ya PHK. Dua sampai tiga bulan sudah bisa. Makanya kita ingin menunda di DIY, menolak di pusat," kata Deddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)