Surabaya: Epidemiolog Ketua Tim Advokasi dan Surveilans Covid-19 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Windhu Purnomo, menyebut angka kematian di Jawa Timur masih tinggi. Berdasarkan data resmi Satgas Covid-19 Jatim, angka kematian (case fatality rate/CFR) di Jatim mencapai 7,16 persen dari total kasus terkonfirmasi positif covid-19.
"Kasus aktif covid-19 di Jatim memang cenderung turun, sementara yang sembuh meningkat. Harusnya, rumah sakit tidak terbebani, tetapi angka kematian covid-19 di Jatim masih tinggi," kata Windhu, dikonfirmasi, Senin, 9 November 2020.
Jumlah kasus terkonfirmasi di Jatim sampai saat ini mencapai 54.631 kasus, dan 3.889 pasien di antaranya meninggal dunia. Sementara secara nasional jumlah terkonfirmasi 440.569 kasus, jumlah meninggal 14.689 orang atau setara sekitar 3,36 persen.
"Ini bukan gambaran baik, sehingga pemerintah harus terus menekan angka kematian. Di Surabaya misalnya, kasus kematiannya berkontribusi cukup besar yakni 7,3 persen. Sementara Jatim sendiri hampir 7,2 persen," ujarnya.
Baca: Fenomena Hujan Es Terjadi di Sulsel
Faktor utama, menurut Windhu, masih banyak masyarakat yang belum melindungi anggota keluarga, tetangga, atau orang di sekitar mereka yang rentan tertular atau berpotensi memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
"Keluarga yang sudah sepuh masih diajak ke mal, diajak liburan atau pulang kampung. Atau masih di-tamoni (didatangi atau dikunjungi tamu), bertemu orang lain sehingga akhirnya tertular," katanya.
Sementara Juru Bicara Satgas Covid-19 Jatim Makhyan Jibril, mengakui tingkat kematian di Jatim masih menjadi pekerjaan rumah yang harus ditangani bersama, baik oleh Satgas Covid-19 Jatim maupun masyarakat. Kata Jibril, faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat kematian akibat covid-19 di Jatim ini juga cukup beragam.
Salah satunya kecenderungan masyarakat yang tidak segera memeriksakan diri ketika terpapar. "Masyarakat itu ketika terpapar sudah lebih dulu takut. Tidak segera periksa ke dokter. Begitu ditangani, kondisinya sudah bisa dikatakan hipoksia atau sudah kekurangan oksigen atau masuk kategori berat," ujarnya.
Selain itu, berdasarkan data Satgas Covid-19, tingkat kematian di Jatim sebanyak 91 persen disertai penyakit penyerta seperti jantung, diabetes dan lain sebagainya. Menurut Jibril, fenomena kematian itu seperti Russian Roulette.
"Russian Roulette itu, yang kena satu tapi sembilan lainnya bisa jadi OTG. Nah salah satunya yang kena kalau disertai komorbid akhirnya gejalanya menjadi berat," katanya.
Surabaya: Epidemiolog Ketua Tim Advokasi dan Surveilans Covid-19 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Windhu Purnomo, menyebut angka kematian di Jawa Timur masih tinggi. Berdasarkan data resmi Satgas Covid-19 Jatim, angka kematian (case fatality rate/CFR) di Jatim mencapai 7,16 persen dari total kasus terkonfirmasi positif
covid-19.
"Kasus aktif covid-19 di Jatim memang cenderung turun, sementara yang sembuh meningkat. Harusnya, rumah sakit tidak terbebani, tetapi angka kematian covid-19 di Jatim masih tinggi," kata Windhu, dikonfirmasi, Senin, 9 November 2020.
Jumlah kasus terkonfirmasi di Jatim sampai saat ini mencapai 54.631 kasus, dan 3.889 pasien di antaranya meninggal dunia. Sementara secara nasional jumlah terkonfirmasi 440.569 kasus, jumlah meninggal 14.689 orang atau setara sekitar 3,36 persen.
"Ini bukan gambaran baik, sehingga pemerintah harus terus menekan angka kematian. Di Surabaya misalnya, kasus kematiannya berkontribusi cukup besar yakni 7,3 persen. Sementara Jatim sendiri hampir 7,2 persen," ujarnya.
Baca:
Fenomena Hujan Es Terjadi di Sulsel
Faktor utama, menurut Windhu, masih banyak masyarakat yang belum melindungi anggota keluarga, tetangga, atau orang di sekitar mereka yang rentan tertular atau berpotensi memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
"Keluarga yang sudah sepuh masih diajak ke mal, diajak liburan atau pulang kampung. Atau masih di-tamoni (didatangi atau dikunjungi tamu), bertemu orang lain sehingga akhirnya tertular," katanya.
Sementara Juru Bicara Satgas Covid-19 Jatim Makhyan Jibril, mengakui tingkat kematian di Jatim masih menjadi pekerjaan rumah yang harus ditangani bersama, baik oleh Satgas Covid-19 Jatim maupun masyarakat. Kata Jibril, faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat kematian akibat covid-19 di Jatim ini juga cukup beragam.
Salah satunya kecenderungan masyarakat yang tidak segera memeriksakan diri ketika terpapar. "Masyarakat itu ketika terpapar sudah lebih dulu takut. Tidak segera periksa ke dokter. Begitu ditangani, kondisinya sudah bisa dikatakan hipoksia atau sudah kekurangan oksigen atau masuk kategori berat," ujarnya.
Selain itu, berdasarkan data Satgas Covid-19, tingkat kematian di Jatim sebanyak 91 persen disertai penyakit penyerta seperti jantung, diabetes dan lain sebagainya. Menurut Jibril, fenomena kematian itu seperti Russian Roulette.
"Russian Roulette itu, yang kena satu tapi sembilan lainnya bisa jadi OTG. Nah salah satunya yang kena kalau disertai komorbid akhirnya gejalanya menjadi berat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)