Surabaya: Penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat hampir semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Pelabuhan Perikanan kehabisan stok. Kondisi ini bisa berdampak banyak nelayan yang tidak bisa melaut.
"Kenaikan harga solar subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter meresahkan nelayan di Jawa Timur. Kini semua SPBN kosong," kata Ketua Umum Forum Masyarakat Kelautan Maritim dan Perikanan Oki Lukito di Surabaya, Minggu, 4 September 2022.
Oki mengatakan, sejak diumumkan kenaikan harga solar subsidi, banyak nelayan memutuskan tidak melaut. Sebab harga solar subsidi naik Rp1.600 per liter.
"Kenaikan solar ini sangat memprihatinkan. Nelayan menangkap ikan jadi tidak pasti karena kondisinya seperti ini, perubahan iklim dan overfishing di sejumlah perairan," ujarnya.
Nelayan, lanjut Oki, terpaksa membeli di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan harga lebih mahal Rp500-Rp1.000 per liter. Solar subsidi di SPBU dibeli dengan harga Rp7.800 per liter, sudah termasuk ongkos angkut dari SPBU ke sentra nelayan.
"Adanya kenaikan harga solar ini kondisinya berat. Solar subsidi juga tidak pernah mencukupi di SPBN, terpaksa harus beli ke SPBU yang harganya juga lebih mahal karena ada ongkos angkut juga," ucap dia.
Dia memberi contoh, di Pelabuhan Perikanan Popoh dan Sine Tulungagung, aktivitas nelayan tidak optimal karena suplai BBM solar subsidi terbatas. Solar yang dikirim tidak pernah mencukupi memenuhi kebutuhan nelayan di Tulungagung.
Kondisi serupa juga terjadi di Pancer Banyuwangi. Kebutuhan solar di sana setiap harinya sebanyak 8 ton. Sebagian kapal yang tidak memiliki dokumen lengkap harus membeli solar non subsidi.
Sedangkan di Pelabuhan Perikanan Puger Jember, nelayan juga harus membeli solar subsidi di SPBU karena terbatasnya pasokan solar di SPDN.
Goncangan juga dialami nelayan Pantura, Mayangan Probolinggo, Pasongsongan, Sumenep, Brondong Lamongan, serta Bulu Tuban.
Surabaya: Penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat hampir semua
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Pelabuhan Perikanan kehabisan stok. Kondisi ini bisa berdampak banyak nelayan yang tidak bisa melaut.
"Kenaikan harga solar subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter meresahkan nelayan di Jawa Timur. Kini semua SPBN kosong," kata Ketua Umum Forum Masyarakat Kelautan Maritim dan Perikanan Oki Lukito di Surabaya, Minggu, 4 September 2022.
Oki mengatakan, sejak diumumkan kenaikan
harga solar subsidi, banyak nelayan memutuskan tidak melaut. Sebab harga solar subsidi naik Rp1.600 per liter.
"Kenaikan solar ini sangat memprihatinkan. Nelayan menangkap ikan jadi tidak pasti karena kondisinya seperti ini, perubahan iklim dan
overfishing di sejumlah perairan," ujarnya.
Nelayan, lanjut Oki, terpaksa membeli di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan harga lebih mahal Rp500-Rp1.000 per liter. Solar subsidi di SPBU dibeli dengan harga Rp7.800 per liter, sudah termasuk ongkos angkut dari SPBU ke sentra nelayan.
"Adanya kenaikan harga solar ini kondisinya berat. Solar subsidi juga tidak pernah mencukupi di SPBN, terpaksa harus beli ke SPBU yang harganya juga lebih mahal karena ada ongkos angkut juga," ucap dia.
Dia memberi contoh, di Pelabuhan Perikanan Popoh dan Sine Tulungagung, aktivitas nelayan tidak optimal karena suplai
BBM solar subsidi terbatas. Solar yang dikirim tidak pernah mencukupi memenuhi kebutuhan nelayan di Tulungagung.
Kondisi serupa juga terjadi di Pancer Banyuwangi. Kebutuhan solar di sana setiap harinya sebanyak 8 ton. Sebagian kapal yang tidak memiliki dokumen lengkap harus membeli solar non subsidi.
Sedangkan di Pelabuhan Perikanan Puger Jember, nelayan juga harus membeli solar subsidi di SPBU karena terbatasnya pasokan solar di SPDN.
Goncangan juga dialami nelayan Pantura, Mayangan Probolinggo, Pasongsongan, Sumenep, Brondong Lamongan, serta Bulu Tuban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)