Berbicara kepada awak media, perwakilan Taliban -- termasuk negosiator senior Suhail Shaheen -- mengatakan bahwa dialog antar-Afghanistan saat ini "didasarkan pada perjanjian" dengan AS pada 2020.
"Pemerintahan inklusif akan dibentuk di Kabul setelah dialog (antar-Afghanistan) membuahkan hasil," ujar perwakilan Taliban, dilansir dari laman Yeni Safak pada Selasa, 2 Februari 2021.
Baca: Pimpinan Taliban Sambangi Iran Bahas Proses Perdamaian Afghanistan
Saat ini dialog damai antara perwakilan Taliban dan Pemerintah Afghanistan sedang berlangsung di Doha, Qatar. Taliban menegaskan tidak akan berusaha mendorong "monopoli kekuasaan" saat pemerintahan inklusif terbentuk suatu saat nanti.
Mengenai rencana AS untuk mengkaji kembali perjanjian tahun lalu, Taliban meminta pemerintahan Presiden Joe Biden untuk "tetap berkomitmen" terhadap kesepakatan. Salah satu poin yang terus didorong Taliban adalah implementasi "penarikan pasukan" AS dari Afghanistan.
Taliban mengingatkan bahwa pihaknya akan "melanjutkan perang" jika AS tidak menarik pasukannya sesuai perjanjian. Kelompok tersebut mengklaim telah "menahan diri untuk tidak menguasai" Afghanistan dalam 20 tahun terakhir demi mendorong adanya solusi damai dengan pemerintah.
Terkait lonjakan aksi kekerasan di Afghanistan dan pelanggaran kesepakatan dengan AS-Taliban, perwakilan grup tersebut menuduh Washington "melancarkan serangan baru" untuk "merebut area-area Taliban." Mengklaim diserang duluan, Taliban mengaku "terpaksa harus membalas" serangan tersebut.
Sementara mengenai Islamic State (ISIS), Taliban mengatakan kelompok militan tersebut pernah menguasai perbatasan provinsi Kunar dan Nangarhar, namun kini "sudah dieliminasi."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News