Houthi merupakan gerakan politik dan bersenjata yang lahir dari Saada di Yaman utara sejak 1990-an. Gerakan Houthi didominasi oleh kekuatan Syiah Zaidi, dimana kepemimpinannya sebagian besar diambil dari suku Houthi.
Dilansir dari Middle East Eye, Kamis, 11 November 2021, menurut sejumlah orang yang menilai mereka tidak berwenang untuk membahas penahanan tersebut, mereka yang ditangkap termasuk warga Yaman bekerja untuk kedutaan AS dan Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID).
Pada 2015, kedutaan AS diketahui telah ditutup, setelah Houthi merebut ibu kota. Namun, beberapa staf lokal kerap bekerja dari rumah atau berperan sebagai penjaga keamanan di tempat tersebut.
Motif penangkapan, yang berlangsung selama tiga minggu terakhir tidak jelas. Namun, mereka datang di tengah upaya untuk mengakhiri perang tujuh tahun. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price pun mengatakan, “AS sangat prihatinn dengan laporan penahanan tersebut”.
“Kami menyerukan agar mereka segera dibebaskan. Kami tidak henti-hentinya melakukan upaya diplomatik di balik layar untuk mengamankan pembebasan mereka. Kami telah melihat beberapa kemajuan dan kami terus menangani masalah kritis ini,” kata Price kepada wartawan pada Selasa, seraya mencatat, mayoritas individu yang ditahan "tidak lagi ditahan”.
Hingga kini, tidak terdapat komentar langsung dari Houthi. Disamping itu, pertarungan di Marib, Yaman dilaporkan semakin intensif.
Perang di Yaman meletus pada September 2014, saat Houthi yang mengaku mewakili rakyat Yaman merebut ibu kota, Sanaa. Hal tersebut memicu perang saudara yang memaksa Presiden Yaman, Abdrabbuh Mansour Hadi mengungsi ke Aden, Yaman serta Arab Saudi.
Pada Maret 2015, Kerajaan Arab Saudi dan sekutu regionalnya, terutama United Arab Emirates (UEA), melakukan intervensi dan meluncurkan kampanye pengeboman udara yang luas, melakukan ribuan serangan udara dalam upaya untuk menggulingkan pemberontak.
Koalisi juga memperkenalkan blokade udara dan laut yang disebut bertujuan untuk mencegah Houthi menyelundupkan senjata ke negara tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan beberapa kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan, blokade telah sangat membatasi aliran bantuan dan barang masuk ke negara tersebut. Bahkan, menempatkan jutaan orang dalam bahaya kelaparan.
Negara yang memiliki populasi sebanyak 29,83 juta jiwa tersebut kerap digambarkan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan lebih dari 230 ribu warga tewas, diperkirakan empat juta mengungsi, dan sekitar 80 persen warga Yaman bergantung pada bantuan untuk bertahan hidup.
Situasi telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir, dengan utusan khusus PBB yang baru untuk Yaman, Hans Grundberg, memperingatkan, Yaman “terjebak dalam keadaan perang yang tidak terbatas”.
Pertempuran telah meningkat di sekitar kota utama Marib dalam beberapa bulan terakhir. Houthi disebut tengah mencoba untuk menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dari kubu kota terakhirnya.
Pada Minggu, koalisi pimpinan Saudi mengatakan, mereka telah membunuh 138 pemberontak Houthi selama 24 jam sebelumnya dalam serangan di dekat Marib. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News