Hal ini memunculkan berbagai reaksi yang meminta Israel menghentikan serangan demi alasan kemanusiaan. Meski demikian, berbagai seruan itu seolah tidak digubris Israel.
"Kalau memang dunia internasional mengecam Israel, berikan saja mereka sanksi seperti Rusia," kata Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional Universitas St Petersburg, Connie Rahakundini, dikutip dari siniar Akbar Faizal Uncensored, Minggu, 6 Oktober 2024.
Menurut dia, bila memang Israel sudah kelewatan, maka negara itu bisa dikekang lewat penetapan sanksi. Hal ini pernah dilakukan negara Barat kepada Rusia ketika negeri Beruang Merah itu dianggap menginvasi Ukraina.
"Asal tahu saja, Rusia adalah negara dengan sanksi internasional terbanyak diikuti Iran, Suriah, Korea Utara, Myanmar, Kuba, dan Venezuela," kata akademisi Indonesia yang juga berkiprah di Rusia itu.
Boikot produk Israel
Seperti halnya Rusia, Connie menantang dunia internasional agar memberi sanksi Israel atas produk-produk unggulan mereka. Seperti teknologi, permesinan, produk petroleum, produk keuangan, perbankan, asuransi, hingga barang-barang mewah buatan negeri Zionis tersebut."Tapi sampai sekarang, tidak ada produk-produk tersebut yang di-banned. Malah maunya menghapuskan Israel dari muka bumi. Itu bukan menciptakan perdamaian, malah bikin masalah baru," kata Connie.
Dalam diskusi bersama Akbar Faisal dan pengamat Timur Tengah, Hasibullah Satrawi, Connie melihat dunia internasional seperti setengah-setengah dalam hal menyikapi perkembangan konflik antara Israel dengan Palestina dan Lebanon.
"Uni Eropa tidak konsisten, berubah-ubah. Lebanon adalah jajahan Prancis, tapi diam saja, tidak terlihat membatasi ruang gerak terorisme Hizbullah di Lebanon. Inggris juga sama. Padahal, keberadaan negara Israel di wilayah itu adalah akibat dari perjanjian antara Inggris dan Prancis," papar dia.
Indonesia tak punya cukup tenaga
Terkait posisi Indonesia di konflik Israel, menurutnya akan sulit karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik. Wajar bila ada kesulitan berdiplomasi dengan Israel."Dikiranya kalau punya hubungan diplomatik itu kita akan berbaik-baik dengan Israel? Tentu tidak,” kata Connie.
Lantaran tidak ada hubungan diplomatik itulah, jadinya juga bergantung pada negara lain untuk berkomunikasi dengan Israel. Biayanya juga lebih mahal.
"Indonesia tidak punya cukup tenaga," ujar Connie.
Akhir September lalu, dalam pidato terakhirnya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan agar organisasi itu harus meminta Israel menghentikan serangannya ke Palestina dan Lebanon.
Sedangkan menurut Connie, ada enam urusan atau wacana menyangkut Palestina yang saat ini berkembang di dunia. Meliputi wilayah yang disengketakan, pemukiman, negara Palestina merdeka, masalah keamanan, hak untuk kembali, dan pengungsi.
"Semua pihak seolah masih belum sepakat mengenai masalah mana yang akan diprioritaskan. Sedangkan untuk Israel, mereka lebih firm, masalah mereka adalah pemberantasan teroris seperti Hamas atau Hizbullah,” kata Connie.
Serangan Israel adalah bentuk konsistensi untuk menegakkan keamanan negaranya. Dari Hizbullah di Utara dan dari Hamas di Selatan.
Baca: 40 WNI Dievakuasi dari Lebanon, Dijadwalkan Tiba di RI Senin Besok |
Terkait Pembukaan UUD 1945, mengenai kemerdekaan adalah hak segala bangsa, yang kerap dijadikan alasan Indonesia untuk mengecam Israel, menurut Connie, pemikiran yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 itu dibuat saat Indonesia merupakan negara dengan kemampuan pertahanan terkuat di bumi bagian Selatan.
"Kalau Indonesia mau bisa menegakkan pemikiran seperti di Pembukaan UUD 1945 itu, bangunlah kekuatan militer kita sedemikian rupa sampai jadi sekuat waktu itu. Menjadi yang terkuat di bumi bagian Selatan. Dari situ, kita bisa dengan tegas menyatakan sikap kita ke dunia Internasional," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News