Perdana Menteri Israel Bejamin Netanyahu dengan Menhan  Yoav Gallant. Foto: AFP
Perdana Menteri Israel Bejamin Netanyahu dengan Menhan Yoav Gallant. Foto: AFP

PM dan Menhan Israel Berebut Kendali Gaza Usai Perang dengan Hamas

Medcom • 16 Mei 2024 13:14
Yerusalem: Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyerang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal menyusun rencana untuk memerintah Gaza setelah berakhirnya perang Israel dengan Hamas pada Rabu, 15 Mei 2024.
 
Namun, pemimpin Israel itu mengatakan tidak ada gunanya melakukan hal tersebut hingga para militan dikalahkan.
 
Dalam perselisihan yang tidak biasa antara kedua pemimpin tersebut, Gallant mengatakan dirinya menentang pembentukan kendali militer atau sipil Israel atas Jalur Gaza yang sempit di sepanjang Laut Mediterania yang merupakan rumah bagi sekitar 2,3 juta warga Palestina.

“Sejak Oktober (2023), saya telah mengangkat masalah ini secara konsisten di kabinet dan tidak mendapat tanggapan apa pun,” kata Gallant, dikutip dari VOA News, Kamis, 16 Mei 2024.
 
“Saya menyerukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengambil keputusan dan menyatakan bahwa Israel tidak akan melakukan kontrol sipil atas Jalur Gaza,” sambungnya sambil menyerukan segera adanya pemerintahan alternatif selain Hamas.
 
Dengan serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel dan serangan balasan Israel terhadap militan Hamas di Gaza, Netanyahu telah berulang kali menolak untuk memaparkan rencana pemerintahan pascaperang di Gaza.
 
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) sebagai pemasok senjata utama Israel telah menyerukan revitalisasi Otoritas Palestina untuk memerintah Gaza dan Tepi Barat dalam solusi dua negara, Palestina berdampingan dengan Israel.
 
Namun, Netanyahu dan koalisi pemerintahan sayap kanannya dengan tegas menentang solusi tersebut. 
 
PM Netanyahu mengatakan, setiap diskusi tentang upaya Gaza harus diperintah setelah perang tujuh bulan hanyalah omong kosong, jika Hamas tetap berada di wilayah tersebut.
 
“Syarat pertama untuk mempersiapkan landasan bagi entitas lain adalah menghancurkan Hamas, dan melakukannya tanpa membuat alasan,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang diunggah dalam saluran Telegram-nya.
 
Gallant mengatakan aksi militer saat ini di Gaza perlu diikuti dengan aksi politik.
 
“Sehari setelah Hamas hanya akan tercapai jika entitas Palestina menguasai Gaza, didampingi oleh aktor internasional, membangun pemerintahan alternatif terhadap pemerintahan Hamas,” ujarnya.
 
“Hal ini terutama menjadi kepentingan Negara Israel,” tambah Menteri Pertahanan tersebut.
 
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir yang merupakan anggota koalisi berkuasa Netanyahu, menyerang Gallant atas pandangannya. 
 
Ben-Gvir menyebut Gallant sebagai menteri pertahanan yang gagal pada 7 Oktober dan terus gagal hingga saat ini. 
 
“Menteri Pertahanan seperti itu harus diganti demi mencapai tujuan perang,” tuturnya.

Operasi di Rafah

Sementara itu, Uni Eropa meminta Israel untuk segera mengakhiri operasi militernya di kota Rafah, Gaza selatan dengan mengatakan operasi tersebut mengganggu operasi bantuan kemanusiaan dan menyebabkan lebih banyak pengungsian, kelaparan dan penderitaan manusia.
 
Pernyataan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengakui hak Israel untuk membela diri, tetapi Israel harus mengikuti hukum internasional dan melindungi warga sipil.
 
“Uni Eropa menyerukan Israel untuk menahan diri dan tidak memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, serta membuka kembali titik penyeberangan Rafah,” jelas Borrell.
 
“Jika Israel melanjutkan operasi militernya di Rafah, hal ini pasti akan memberikan tekanan besar pada hubungan UE dengan Israel,” lanjutnya.
 
Borrell juga meminta Hamas untuk membebaskan 100 atau lebih sandera yang ditahannya di Gaza tanpa syarat.
 
Di sisi lain, militer Israel mengatakan pasukannya melakukan serangan udara terhadap sekitar 80 sasaran di seluruh Jalur Gaza selama satu hari terakhir, sedangkan unit darat bertempur di sisi timur Rafah.
 

Pasukan Israel juga memerangi Hamas di beberapa wilayah daerah Gaza utara selama empat bulan, setelah militer mengatakan pihaknya telah membongkar infrastruktur kelompok militan tersebut di wilayah tersebut.
 
Menurut para pejabat Israel, perang tersebut dipicu oleh serangan teror Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penangkapan sekitar 250 sandera.
 
Namun, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina yang mencakup warga sipil dan kombatan dalam hitungannya, tetapi sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak. Israel mengatakan pihaknya telah membunuh lebih dari 14.000 militan dan sekitar 16.000 warga sipil. (Theresia Vania Somawidjaja)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan