Dikutip dari DW, sebagian besar vonis dijatuhkan secara in-absentia, atau tanpa dihadiri terdakwa. Ini dikarenakan banyaknya terdakwa yang tidak pernah ditangkap atau melarikan diri dari tahanan.
RD Kongo telah menjalankan moratorium hukuman mati sejak 2003, dan sejak saat itu mereka yang divonis mati akan berada di dalam penjara seumur hidup.
Sharp dan Catalan dibunuh pada 12 Maret 2017 di wilayah Kasai, RD Kongo. Keduanya sedang dalam kunjungan lapangan dengan didampingi beberapa perwakilan Kamwina Nsapu, sebuah grup milisi yang aktif di Kasai.
Sharp berasal dari Amerika Serikat, sementara Catalan Swedia. Keduanya merupakan perwakilan Dewan Keamanan PBB yang sedang menginvestigasi aksi kekerasan di Kasai. Pemerintah RD Kongo menyalahkan milisi Kamwina Nsapu sebagai dalang di balik pembunuhan kedua investigator PBB itu.
Awalnya, Pemerintah RD Kongo membantah adanya aktor negara di balik pembunuhan Sharp dan Catalan. Namun selang beberapa waktu, sejumlah pejabat RD Kongo ditangkap atas pembunuhan tersebut.
Kolonel Jean de Dieu Mambweni divonis 10 tahun penjara pada Sabtu kemarin atas kegagalan membantu seseorang yang berada dalam bahaya. Seorang pejabat keimigrasian lokal, yang bertemu Sharp dan Catala satu hari sebelum misi mereka di Kasai, dijatuhi hukuman matti.
Pengadilan militer RD Kong membebaskan jurnalis Trudon Raphael Kapuku dan polisi Honore Tshimbamba terkait kematian Sharp dan Catalan. Keduanya ditangkap secara terpisah pada 2018 dan telah menjalani hukuman empat tahun penjara.
Baca: Dubes Italia Tewas Diserang dalam Konvoi PBB di RD Kongo
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News