Pembunuhan Tiba al-Ali, seorang gadis berusia 22 tahun itu menyebabkan kemarahan terhadap hak perempuan di Irak semakin meluas. Guardian melaporkan, Irak masih menghadapi isu ‘pembunuhan demi jaga kehormatan”.
Melalui tulisan Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Saad Maan di Twitter, saat ini polisi berusaha menengahi perselisihan keluarga antara Tiba al-Ali dan kerabatnya untuk mencari solusi permanen.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Polisi terkejut dengan berita kematian Tiba al-Ali, karena ayahnya menyerahkan diri dan mengakui kejahatan tersebut sejak interogasi awal. Namun, belum diketahui pasti terkait permasalahan antara Ali dengan keluarganya tersebut,” ujar Maan, seperti dikutip Guardian.
Kepolisian menerangkan bahwa perselisihan antara Tiba al-Ali dan keluarga telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Pada 2017, Ali pergi ke Turki bersama keluarganya tetapi memutuskan untuk tetap di sana daripada pulang bersama mereka. Kemudian pada 2021, Ali berencana untuk menikah di sana.
Alasan pembunuhan
Tak terima anaknya hidup mandiri, Ia membunuh Ali dengan pembenaran kesukuan yang tidak dapat diterima. Kematiannya menyebabkan seruan protes di Baghdad pada hari Minggu untuk menuntut keadilan atas pembunuhannya.“Perempuan Irak tersandera oleh kebiasaan terbelakang karena tidak adanya pencegah hukum dan tindakan pemerintah. saat ini tidak sepadan dengan ukuran kejahatan KDRT,” tulis politikus veteran Ala Talabani di Twitter.
Sementara itu, aktivis hak asasi manusia (HAM) Hanaa Edwar mengatakan kepada AFP, bahwa menurut rekaman suara, Ali meninggalkan keluarganya karena dia dilecehkan secara seksual oleh saudara laki-lakinya.
Observatorium Irak untuk HAM juga melaporkan tuduhan tersebut, tetapi AFP tidak dapat secara independen memverifikasi keaslian rekaman suara tersebut.
Adapun Amnesty International mengutuk pembunuhan "mengerikan" itu, dengan mengatakan "hukum pidana Irak masih lunak dengan hukuman 'kejahatan kehormatan' yang terdiri dari tindakan kekerasan seperti penyerangan dan pembunuhan.”
"Sampai pihak berwenang Irak mengadopsi undang-undang yang kuat untuk melindungi perempuan dan anak perempuan. Kami pasti akan terus menyaksikan pembunuhan yang mengerikan," pungkas Wakil Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Aya Majzoub. (Jessica Gracia)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id