Demonstrasi massa yang menarik sekitar 100 ribu orang itu dimulai pada Januari lalu, tak lama setelah pemerintah sayap kanan Netanyahu dilantik.
"Negara kami direbut orang-orang ekstrem, dan kami disandera," kata seorang pengunjuk rasa, Michal Gat, dilansir dari Al Jazeera, Minggu, 11 Juni 2023.
"Sangat penting bagi rakyat Israel untuk menjaga demokrasi Israel," imbuh pekerja teknologi itu.
Beberapa orang dalam protes itu juga memegang papan yang mengkritik kelambanan pemerintah atas gelombang kejahatan yang melonjak yang telah mempengaruhi warga Palestina di Israel.
Sejak awal tahun ini, sekitar 102 warga Palestina-Israel telah tewas dalam kekerasan terkait kejahatan, menurut media Israel.
Pada Kamis lalu, lima warga Palestina-Israel ditembak mati di sebuah tempat cuci mobil di Yafia, sebuah kota di dekat Nazareth.
Baca juga: Kacau Banget! Pasukan Israel Lakukan Serangan ke Ramallah Palestina
Warga Palestina Israel telah lama mengeluhkan diskriminasi dan kelambanan polisi terhadap kekerasan dan kejahatan yang secara tidak proporsional mempengaruhi komunitas mereka.
"Kami tidak akan membiarkan Itamar Ben-Gvir lolos dari pembunuhan di masyarakat Arab, " bunyi salah satu tanpa protes, mengacu pada menteri keamanan sayap kanan Israel.
Tanda lain berbunyi "warga negara kelas mati", sebuah plesetan dari frase warga negara kelas dua.
Penyelenggara mengatakan demonstrasi juga diadakan di kota Haifa dan Rehovot.
Di Haifa, mantan Perdana Menteri Ehud Barak menyerukan pemberontakan sipil tanpa kekerasan terhadap pemerintah Netanyahu, dengan mengatakan "ini bukan waktunya untuk istirahat".
"Kita tidak boleh jatuh ke dalam ilusi. Protes harus diintensifkan dan bergerak ke pemberontakan sipil. Pembangkangan sipil tanpa kekerasan,” katanya.
Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi, telah mengumumkan "jeda" pada rencana perombakan peradilan pada bulan Maret untuk memungkinkan pembicaraan tentang perubahan yang memecah belah.
Namun pembicaraan berbulan-bulan belum menghasilkan terobosan.
Dan RUU pemeriksaan yudisial – yang akan melemahkan pengadilan dan membatasi pengawasan terhadap undang-undang dan keputusan pemerintah – dapat diajukan kembali untuk pemungutan suara terakhir di parlemen pada saat itu juga, menurut media Israel.
Pemerintah Netanyahu, sebuah koalisi antara partai Likud dan sekutu ekstrem kanan dan Yahudi ultra-Ortodoks, berpendapat bahwa perubahan diperlukan untuk menyeimbangkan kembali kekuasaan antara legislator dan peradilan.
Bulan lalu, ketika parlemen menyetujui anggaran negara Israel, Netanyahu berjanji untuk "melanjutkan upaya kami untuk mencapai pemahaman seluas mungkin tentang reformasi hukum".
Kritikus mengatakan, RUU itu menimbulkan ancaman langsung terhadap hak-hak sipil dan memperingatkan itu akan memberi pemerintah kekuasaan yang tidak terkendali serta merusak sistem check and balances negara.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News