“Lebih dari 200 orang diyakini tewas akibat ledakan dahsyat hari Selasa di IbuKota Lebanon, Beirut,” kata Gubernur Abboud, seperti dikutip BBC, Senin 10 Agustus 2020.
“Puluhan orang masih hilang, banyak dari mereka adalah pekerja asing,” imbuh Abboud.
Sementara itu, militer menghentikan fase penyelamatan dari operasi pencariannya di pelabuhan yang menjadi pusat ledakan.
Baca: Komite Investigasi Ledakan Beirut Rampungkan Penyelidikan.
Pada Minggu malam, kedua protes berujung kekerasan terjadi di kota itu. Insiden terjadi ketika polisi bentrok dengan pengunjuk rasa yang marah dengan tanggapan pemerintah terhadap bencana tersebut.
Pengunduran diri seorang menteri kabinet dan beberapa anggota parlemen gagal meredam amarah. Sejak ledakan tersebut, ratusan ribu orang telah tinggal di rumah yang rusak parah, banyak di antaranya tanpa jendela atau pintu.
Badan-badan PBB telah memperingatkan tentang krisis kemanusiaan kecuali makanan dan bantuan medis segera dikirimkan.
Donor internasional menjanjikan bantuan USD298 juta atau sekitar Rp4,39 triliun untuk Lebanon pada pertemuan puncak virtual pada Minggu yang diselenggarakan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron.
“Dana itu harus dikirim langsung ke penduduk Lebanon,” sebut para pemimpin.
Pihak berwenang Lebanon mengatakan ledakan itu adalah hasil dari ledakan 2.750 ton amonium nitrat yang telah disimpan secara tidak aman di pelabuhan selama enam tahun.
Keputusan untuk menyimpan begitu banyak bahan peledak di gudang dekat pusat kota telah disambut dengan ketidakpercayaan dan kemarahan oleh banyak orang Lebanon. Sejak lama warga menuduh elite politik melakukan korupsi, pengabaian dan salah urus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News