Unjuk rasa dilaporkan terjadi di Khartoum, Atbara, Port Sudan, Medani, Nyala, dan Elobied.
Sejumlah saksi mata melaporkan, polisi menggunakan gas air mata dan granat kejut dalam membubarkan demonstran di ibu kota Khartoum. Sejauh ini tidak ada laporan korban tewas maupun luka dalam bentrokan tersebut.
Ahmed Abul Raheem, salah satu pedemo, mengatakan bahwa ribuan orang telah berhasil mencapai area dekat istana kepresidenan di Khartoum.
"Kami ingin menggelar aksi duduk di depan istana presiden, tak peduli apa yang akan terjadi nanti," tutur Abul Raheem kepada Anadolu Agency.
"Kami siap berkorban demi meruntuhkan rezim militer ini," sambungnya, dilansir dari Yeni Safak, Minggu, 26 Desember 2021.
Sebelumnya menjelang aksi protes pada Sabtu kemarin, Pemerintah Sudan memutus sebagian jaringan internet di seantero negeri, menurut keterangan sejumlah aktivis. Pemutusan diduga bertujuan agar para demonstran tidak bisa saling berkoordinasi.
Sudan berada dalam kondisi bergejolak sejak 25 Oktober, saat militer menggulingkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan mendeklarasikan status darurat.
Jabatan Hamdok dipulihkan kembali pada 21 November di bawah perjanjian dengan kepala militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. Banyak masyarakat Sudan tidak menyukai perjanjian semacam itu.
Menurut para demonstran, perjanjian antara Hamdok dan militer hanyalah "upaya melegitimasi kudeta."
Baca: Lebih dari 100 Pedemo Terluka dalam Aksi di Luar Istana Sudan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News