Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebelumnya pernah mengatakan bahwa negara-negara asing yang meminta Israel menyelamatkan Rafah, tempat 1,4 juta warga Palestina mencari perlindungan, dapat dibilang seperti mengatakan kepada Tel Aviv untuk "kalah dalam perang" melawan kelompok Hamas.
Upaya gencatan senjata semakin intensif pekan ini ketika Qatar dan rekan-rekan mediatornya, Mesir dan Amerika Serikat (AS), berusaha keras mengamankan jeda pertempuran sebelum pasukan Israel memasuki Rafah, pusat populasi besar terakhir di Gaza yang masih belum tersentuh pasukan darat Israel.
Namun meski ada seruan langsung dari Presiden AS Joe Biden awal pekan ini, Netanyahu bersikeras operasi darat di Rafah akan tetap berjalan terlepas dari apakah pembebasan lebih lanjut sandera Israel disetujui oleh Hamas.
"Bahkan jika kami mencapainya, kami akan memasuki Rafah," kata Netanyahu dalam konferensi pers di hari Sabtu.
Bencana Kelaparan
Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, yang telah bertemu dengan tim negosiator Israel dan Hamas pekan ini, mengatakan bahwa upaya untuk gencatan senjata menjadi rumit karena desakan "banyak negara" bahwa jeda terbaru melibatkan pembebasan sandera lebih lanjut."Pola yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebenarnya tidak terlalu menjanjikan," Abdulrahman al-Thani dalam Konferensi Keamanan Munich, seperti dikutip dari Malay Mail, Minggu, 18 Februari 2024.
Penilaiannya yang suram muncul ketika Hamas mengancam akan menangguhkan keterlibatannya dalam perundingan gencatan senjata kecuali pasokan bantuan dibawa ke bagian utara Jalur Gaza, di mana lembaga-lembaga bantuan telah memperingatkan akan terjadinya bencana kelaparan.
"Negosiasi tidak dapat dilakukan ketika kelaparan melanda rakyat Palestina," tutur seorang sumber senior di kelompok Hamas kepada AFP, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena tidak berwenang untuk berbicara mengenai masalah tersebut.
Israel vs Hamas
Sebelumnya, Ketua Hamas Ismail Haniyeh menegaskan kembali tuntutan kelompok tersebut, yang dianggap Netanyahu sebagai hal "menggelikan."Tuntutan Hamas termasuk penghentian total pertempuran, pembebasan tahanan dan penarikan pasukan Israel. Haniyeh yang berbasis di Qatar mengatakan bahwa Hamas "tidak akan menyetujui hal lain selain itu."
Netanyahu juga menolak langkah beberapa negara Barat menuju pengakuan sepihak atas berdirinya negara Palestina, tanpa menunggu kesepakatan damai yang dinegosiasikan antara kedua belah pihak.
"Setelah pembantaian mengerikan di tanggal 7 Oktober, tidak ada imbalan yang lebih besar bagi terorisme selain itu, dan hal ini akan menghambat penyelesaian perdamaian di masa depan," tegas Netanyahu.
Perdana Menteri yang berhaluan keras ini berbicara ketika ribuan warga Israel melakukan protes di Tel Aviv, yang menuduh pemerintahnya telah menelantarkan sandera di Gaza.
Mereka meneriakkan bahwa pemerintah Netanyahu "berlumuran darah," dan menyerukan agar Israel segera bernegosiasi.
Baca juga: PM Israel Tetap Tolak Pengakuan Internasional Terhadap Negara Palestina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News