Ini adalah langkah terbaru dalam kampanye tekanan AS terhadap Teheran pada hari-hari terakhir kepresidenan Donald Trump.
“Pelaksanaan Perintah Imam Khomeini (EIKO) dan Astan Quds Razavi (AQR), diduga memungkinkan elit Iran untuk mengontrol sebagian besar ekonomi Iran, termasuk aset yang disita dari pembangkang politik dan minoritas agama," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, yang dikutip dari VOA Indonesia, Jumat, 15 Januari 2021.
"EIKO secara sistematis telah melanggar hak-hak para pembangkang dengan menyita tanah dan properti dari lawan rezim, termasuk lawan politik, agama minoritas, dan warga Iran yang diasingkan," kata Kementerian Keuangan AS dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Iran tidak segera menanggapi sanksi tersebut, yang membekukan aset apa pun dari yayasan dan anak perusahaan mereka di AS, dan umumnya melarang orang Amerika berbisnis dengan mereka. Siapa pun yang melakukan transaksi tertentu dengan entitas ini berisiko terkena sanksi AS.
Ketegangan antara kedua negara meningkat tajam dua tahun lalu ketika Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 yang dicapai oleh mantan Presiden Barack Obama. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang keras untuk memaksa Iran mengekang program pengembangan rudal nuklir dan balistiknya.
Setelah Trump meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari, Presiden terpilih Joe Biden mengatakan akan kembali ke perjanjian nuklir itu jika Teheran tetap patuh pada perjanjian itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News