Baghdad: Pada 7 Pebruari 2021, Lebih dari 100 jenazah etnis Yazidi yang dibunuh oleh kelompok Islamic State (ISIS) dikembalikan ke desa Kojo, di distrik Sinjar di Provinsi Niniwe, Irak. Jenazah itu dikembalikan untuk dimakamkan secara layak dengan tradisi Yazidi.
Ratusan penduduk desa, pejabat lokal dan federal, ulama, perwakilan organisasi kemanusiaan, misi diplomatik dan jurnalis, berbaris di jalan-jalan Kojo ketika sisa-sisa 104 Yazidi yang dibunuh oleh ISIS pada 15 Agustus 2014 lalu, telah tiba. Para pelayat, yang kebanyakan mengenakan jas hitam dan pakaian tradisional Yazidi putih, berjalan secara paralel membawa peti jenazah yang ditutupi bendera Irak.
Pelepasan 104 jenazah ini sebelumnya telah dilakukan di Baghdad dalam suatu upacara resmi yang dipimpin oleh Presiden Barham Salih didampingi Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi di pelataran Monumen Syuhada - Baghdad.
“Upacara pemakaman tersebut dilakukan untuk menghormati korban tragedi berdarah akibat kekejaman ISIS terhadap etnis Yezidi di wilayah Sinjar, yang diselenggarakan oleh Komite Parlemen Wanita, Keluarga dan Anak-anak bekerjasama dengan Departemen Organisasi Non-Pemerintah di Kantor Perdana Menteri,” sebut keterangan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Irak, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Medcom.id, Selasa 9 Februari 2021.
Tampak beberapa perwakilan dari etnis Yezidi dan sejumlah kaum perempuan Yezidi yang berhasil selamat dari tragedi berdarah ikut berpartisipasi dalam upacara resmi pemakaman.
“Keheningan mendominasi pemandangan di lokasi upacara yang hanya diinterupsi oleh langkah-langkah pelayat dan senandung melodi yang dimainkan oleh korps musik tentara mengiringi konvoi kendaraan yang membawa lebih dari seratus peti jenazah Yezidi yang akan dikembalikan ke desa Kojo, Distrik Sinjar Provinsi Niniwe-Irak Utara,” ujar wakil dari KBRI di Baghdad, Nico Adam yang hadir dalam upacara itu.
“Isak tangis keluarga korban yang hadir tidak terbendung pada saat memasuki tempat upacara,” demikian disampaikan Nico Adam.
Para pemimpin Irak menegaskan apa yang terjadi terhadap etnis Yazidi yang berbeda agama dan sekte adalah merupakan luka bagi seluruh bangsa dan adalah kewajiban negara untuk melakukan keadilan kepada mereka. Baik Presiden, Perdana Menteri dan Parlemen sepakat menyampaikan jaminan tentang perlunya membuat undang-undang terhadap korban kekejaman ISIS khususnya perempuan Yazidi di parlemen. Banyak pihak yang mengapresiasi komitmen Presiden Salih terkait perhatiannya terhadap etnis dan agama minoritas di Irak.
“Apa yang terjadi pada putra dan putri Yezidi yang berbeda agama dan sekte adalah merupakan luka bagi seluruh bangsa,” ucap Presiden Salih dalam sambutannya.

Presiden Barham Salih (kedua dari kiri) saat menghadiri upacara pelepasan jenazah Yazidi. Foto: KBRI Baghdad/Nico Adam
Pada kesempatan yang sama, Perdana Menteri Al-Khadhimi menyatakan bahwa adalah kewajiban negara untuk melakukan keadilan kepada mereka. Baik Presiden dan Perdana Menteri sepakat menyampaikan jaminan tentang perlunya membuat undang-undang terhadap korban kekejaman ISIS khususnya perempuan Yezidi di Parlemen.
Etnis Yazidi merupakan etnis minoritas di Irak yang populasinya kurang dari satu juta orang. Mereka menganut paham Yazidisme, sebuah agama monoteisme yang menggabungkan unsur-unsur agama Islam, Kristen, Zoroaster (Majusi), dan Judisme.
Ribuan orang dari etnis Yezidi terbunuh di wilayah Sinjar, Irak Utara akibat pembantaian massal yang dilakukan oleh kelompok ISIS pada rentang tahun 2014-2017. Hampir 350.000 orang mengungsi ke gunung-gunung dekat perbatasan Suriah. Beberapa telah kembali ke desa mereka, yang lain tinggal di kamp-kamp, ??sementara puluhan ribu telah melarikan diri ke negara lain.
Korban pembantaian massal tersebut diperkirakan sebanyak 1.293 orang. ISIS mengisolasi kaum wanita dan anak-anak dan dibawa ke desa Solagh di Sinjar. Diperkirakan sebanyak 850 orang kaum wanita diperjualbelikan dan dijadikan budak seks. Sedangkan anak-anak direkrut untuk mengikuti pelatihan menjadi teroris setelah sebelumnya mengalami pencucian otak dan mengubah pola pikir mereka dengan ideologi teroris ekstremis, yang kemudian mereka ditugaskan ke dalam operasi terorisme, dan nasib mereka sampai sekarang masih belum diketahui.
Dalam peristiwa pembantaian etnis Yezidi di Sinjar itu terdapat 19 orang dari mereka yang dengan keajaiban berhasil menyelamatkan diri. Korban pembataian yang masih hidup ini merupakan saksi mata dari tragedi berdarah terhadap etnis Yezidi.
Pada awal 2019, Pemerintah Irak yang didukung oleh International Commission on Missing Persons (ICMP) menemukan lokasi kuburan massal korban pembantaian ISIS di desa Koja yang kemudian mulai melakukan penggalian. Selanjutnya bekerjasama dengan United Nations Investigative Team to Promote Accountability Against Da’esh/ISIL Crimes (UNITAD) berusaha untuk mengidentifikasi jasad korban. Tim nasional ini berhasil menemukan sekitar 63 tempat kuburan massal. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1.665 orang Yezidi yang masih hilang.
Wilayah ini masih terlihat berantakan dimana sekitar 70 persen bangunan di Sinjar rusak atau hancur. Sebagian besar kota tetap tidak dapat dihuni, dan hari ini kota Sinjar seperti kota hantu, tanpa air, sekolah atau rumah sakit. Sekitar 6.000 keluarga telah kembali, tetapi banyak yang merasa lebih aman di kamp pengungsian. Mereka yang memutuskan untuk kembali ke desa terpaksa hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tanpa air atau listrik.
Ratusan penduduk desa, pejabat lokal dan federal, ulama, perwakilan organisasi kemanusiaan, misi diplomatik dan jurnalis, berbaris di jalan-jalan Kojo ketika sisa-sisa 104 Yazidi yang dibunuh oleh ISIS pada 15 Agustus 2014 lalu, telah tiba. Para pelayat, yang kebanyakan mengenakan jas hitam dan pakaian tradisional Yazidi putih, berjalan secara paralel membawa peti jenazah yang ditutupi bendera Irak.
Pelepasan 104 jenazah ini sebelumnya telah dilakukan di Baghdad dalam suatu upacara resmi yang dipimpin oleh Presiden Barham Salih didampingi Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi di pelataran Monumen Syuhada - Baghdad.
“Upacara pemakaman tersebut dilakukan untuk menghormati korban tragedi berdarah akibat kekejaman ISIS terhadap etnis Yezidi di wilayah Sinjar, yang diselenggarakan oleh Komite Parlemen Wanita, Keluarga dan Anak-anak bekerjasama dengan Departemen Organisasi Non-Pemerintah di Kantor Perdana Menteri,” sebut keterangan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Irak, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Medcom.id, Selasa 9 Februari 2021.
Tampak beberapa perwakilan dari etnis Yezidi dan sejumlah kaum perempuan Yezidi yang berhasil selamat dari tragedi berdarah ikut berpartisipasi dalam upacara resmi pemakaman.
“Keheningan mendominasi pemandangan di lokasi upacara yang hanya diinterupsi oleh langkah-langkah pelayat dan senandung melodi yang dimainkan oleh korps musik tentara mengiringi konvoi kendaraan yang membawa lebih dari seratus peti jenazah Yezidi yang akan dikembalikan ke desa Kojo, Distrik Sinjar Provinsi Niniwe-Irak Utara,” ujar wakil dari KBRI di Baghdad, Nico Adam yang hadir dalam upacara itu.
“Isak tangis keluarga korban yang hadir tidak terbendung pada saat memasuki tempat upacara,” demikian disampaikan Nico Adam.
Para pemimpin Irak menegaskan apa yang terjadi terhadap etnis Yazidi yang berbeda agama dan sekte adalah merupakan luka bagi seluruh bangsa dan adalah kewajiban negara untuk melakukan keadilan kepada mereka. Baik Presiden, Perdana Menteri dan Parlemen sepakat menyampaikan jaminan tentang perlunya membuat undang-undang terhadap korban kekejaman ISIS khususnya perempuan Yazidi di parlemen. Banyak pihak yang mengapresiasi komitmen Presiden Salih terkait perhatiannya terhadap etnis dan agama minoritas di Irak.
“Apa yang terjadi pada putra dan putri Yezidi yang berbeda agama dan sekte adalah merupakan luka bagi seluruh bangsa,” ucap Presiden Salih dalam sambutannya.

Presiden Barham Salih (kedua dari kiri) saat menghadiri upacara pelepasan jenazah Yazidi. Foto: KBRI Baghdad/Nico Adam
Pada kesempatan yang sama, Perdana Menteri Al-Khadhimi menyatakan bahwa adalah kewajiban negara untuk melakukan keadilan kepada mereka. Baik Presiden dan Perdana Menteri sepakat menyampaikan jaminan tentang perlunya membuat undang-undang terhadap korban kekejaman ISIS khususnya perempuan Yezidi di Parlemen.
Etnis Yazidi merupakan etnis minoritas di Irak yang populasinya kurang dari satu juta orang. Mereka menganut paham Yazidisme, sebuah agama monoteisme yang menggabungkan unsur-unsur agama Islam, Kristen, Zoroaster (Majusi), dan Judisme.
Ribuan orang dari etnis Yezidi terbunuh di wilayah Sinjar, Irak Utara akibat pembantaian massal yang dilakukan oleh kelompok ISIS pada rentang tahun 2014-2017. Hampir 350.000 orang mengungsi ke gunung-gunung dekat perbatasan Suriah. Beberapa telah kembali ke desa mereka, yang lain tinggal di kamp-kamp, ??sementara puluhan ribu telah melarikan diri ke negara lain.
Korban pembantaian massal tersebut diperkirakan sebanyak 1.293 orang. ISIS mengisolasi kaum wanita dan anak-anak dan dibawa ke desa Solagh di Sinjar. Diperkirakan sebanyak 850 orang kaum wanita diperjualbelikan dan dijadikan budak seks. Sedangkan anak-anak direkrut untuk mengikuti pelatihan menjadi teroris setelah sebelumnya mengalami pencucian otak dan mengubah pola pikir mereka dengan ideologi teroris ekstremis, yang kemudian mereka ditugaskan ke dalam operasi terorisme, dan nasib mereka sampai sekarang masih belum diketahui.
Dalam peristiwa pembantaian etnis Yezidi di Sinjar itu terdapat 19 orang dari mereka yang dengan keajaiban berhasil menyelamatkan diri. Korban pembataian yang masih hidup ini merupakan saksi mata dari tragedi berdarah terhadap etnis Yezidi.
Pada awal 2019, Pemerintah Irak yang didukung oleh International Commission on Missing Persons (ICMP) menemukan lokasi kuburan massal korban pembantaian ISIS di desa Koja yang kemudian mulai melakukan penggalian. Selanjutnya bekerjasama dengan United Nations Investigative Team to Promote Accountability Against Da’esh/ISIL Crimes (UNITAD) berusaha untuk mengidentifikasi jasad korban. Tim nasional ini berhasil menemukan sekitar 63 tempat kuburan massal. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1.665 orang Yezidi yang masih hilang.
Wilayah ini masih terlihat berantakan dimana sekitar 70 persen bangunan di Sinjar rusak atau hancur. Sebagian besar kota tetap tidak dapat dihuni, dan hari ini kota Sinjar seperti kota hantu, tanpa air, sekolah atau rumah sakit. Sekitar 6.000 keluarga telah kembali, tetapi banyak yang merasa lebih aman di kamp pengungsian. Mereka yang memutuskan untuk kembali ke desa terpaksa hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tanpa air atau listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id