"Ini merupakan intervensi langsung yang dapat dikategorikan deklarasi perang," ujar GNA, dilansir dari AFP, Minggu 21 Juni 2020.
Sabtu kemarin, Presiden Abdel Fattah al-Sisi memerintahkan agar seluruh jajaran militer Mesir bersiap untuk melakukan operasi di dalam maupun di luar negeri. Perintah penyiagaan militer Mesir terjadi saat GNA berusaha merebut kembali kota Sirte.
Perintah Sisi juga terlontar di tengah intervensi Turki dalam konflik Libya.
Turki adalah negara yang mendukung GNA. Sementara rival GNA, yakni Pasukan Nasional Libya (LNA), didukung Mesir, Rusia, dan Uni Emirat Arab.
Sisi menyebut Sirte dan pangkalan udara Al-Jufra sebagai "garis merah." Ia mengingatkan GNA bahwa jika garis itu dilewati, maka akan memicu respons militer dari Mesir.
"Semua wilayah Libya adalah garis merah," respons GNA. "Bentrokan apapun yang terjadi antar warga Libya, kami tidak akan membiarkan adanya pihak lain yang mengusik atau mengancam," lanjutnya.
Dukungan Turki terhadap GNA telah berhasil menghalau operasi militer LNA di Tripoli yang telah berlangsung selama 14 bulan.
Menurut Sisi, tujuan utama dari intervensi di Libya adalah melindungi perbatasan barat Mesir yang membentang sepanjang 1.200 kilometer. Selain itu, tujuan intervensi adalah membantu memediasi gencatan senjata dan memulihkan stabilitas di Libya.
Sementara itu, UEA dan Arab Saudi telah mengekspresikan dukungan terhadap tekad Mesir yang ingin melindungi perbatasannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News