MK Mali telah menjadi pusat kontroversi selama berbulan-bulan usai membatalkan hasil pemilihan umum legislatif. Pembatalan hasil pemilu tersebut memicu aksi unjuk rasa di sejumlah kota Mali.
Gelombang protes tersebut kemudian berubah menjadi kerusuhan mematikan. Ribuan pengunjuk rasa beraksi di ibu kota Mali, Bamako, dalam mendesak Keita agar segera mundur dari jabatannya.
Para pedemo menilai Keita harus mundur karena dinilai gagal dalam menangani masalah perekonomian, korupsi, dan juga sepak terjang grup militan di Mali.
"Saya memutuskan untuk mencabut lisensi dari anggota tersisa di Mahkamah Konstitusi," ujar Keita dalam sebuah pidato di televisi, dilansir dari laman Gulf Today, Minggu 12 Juli 2020.
"Pembubaran de facto mahkamah ini memungkinkan kami untuk meminta otoritas terkait dalam menominasikan anggota-anggota baru. Mahkamah baru nantinya diharapkan dapat membantu kita semua dalam mencari solusi terkait masalah pemilu legislatif," sambungnya.
Beberapa hakim di MK Mali telah mengundurkan diri sebelum pengumuman Keita, dan satu meninggal dunia
Keita mengatakan pembubaran ini dapat membantu Mali mengimplementasikan rekomendasi dari organisasi ECOWAS, yang menyerukan pemerintah untuk mengkaji hasil pemilu dan menggelar pemungutan suara parsial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News