Kedatangan para suster asal Indonesia ke Kenya bermula pada 1998. Kala itu, mereka memberikan pelayanan kepada penderita HIV/AIDS kepada orang-orang di wilayah-wilayah pelosok di Kenya Barat. Tanpa pamrih, mereka mengabdikan diri untuk melayani masyarakat.
"Banyak orang yang datang berobat ke sini tapi tidak bisa membayar, tapi tetap kami usahakan untuk layani," ungkap Suster Yoseftine, dalam keterangan di situs Kemenlu RI pada Rabu, 16 Juni 2021. Ia sudah berada di Kenya selama 20 tahun tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pengalaman serupa juga diungkapkan Suster Yulia Oyen. "'Suster, saya bayar dengan jagung atau arang ya,'" ujar dia, mengulang ucapan salah satu pasien yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan. Suster asal Pontianak tersebut telah 25 tahun mengabdi di Kehancha, sebuah desa di pelosok barat Kenya.
"Tantangan terberat kami adalah masalah finansial," ujar Suster Yoseftine ketika ditanya mengenai kesulitan utama yang dihadapinya. Ia menuturkan kesulitan utama dalam menjalankan rumah sakit adalah keterbatasan biaya.
Biaya yang dibebankan kepada pasien sudah diupayakan serendah mungkin, namun sebagian pasien masih saja tetap tidak mampu membayar. Di sisi lain, dukungan dari donor yang umumnya datang dari negara maju, telah banyak berkurang jika dibandingkan dengan era 1990-an dan awal 2000-an.
Tanpa banyak diketahui publik di Indonesia, saat ini terdapat sekitar 23 suster dan rohaniwan Katolik yang telah mengabdi untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat di Kenya. Mereka tersebar di sekitar 8 komunitas di wilayah yang berbeda.
Tidak hanya di bidang kesehatan dan pelayanan keagamaan, mereka juga ada yang mendirikan sekolah, bahkan pusat rehabilitasi anak jalanan. Suster dan rohaniawan asal Indonesia yang berada di Kenya berasal dari beberapa kongregasi (kelompok) yang berbeda, namun tujuan mereka sama-sama mengabdi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat kurang mampu sesuai keahlian masing-masing.
Dubes Indonesia untuk Kenya menyampaikan kekaguman KBRI Nairobi atas kerja kemanusiaan para rohaniwan Indonesia. "Kami mengapresiasi tinggi pengabdian rohaniwan WNI yang telah melayani masyarakat di luar negeri," ujar Dubes Mohamad Hery Saripudin.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, KBRI Nairobi juga terus memberikan dukungan bagi para rohaniwan. Sejak tahun 2020 lalu, KBRI Nairobi telah beberapa kali mengirimkan bantuan berupa masker, hand sanitizer, sarung tangan, dan vitamin untuk menunjang daya tahan tubuh para rohaniwan tersebut.
"Salah satu prioritas Pemerintah Pusat dan KBRI Nairobi adalah perlindungan warga negara Indonesia," tutup Dubes Hery.