Israel menggelar empat pemilihan umum dalam dua tahun terakhir untuk membentuk pemerintahan koalisi. Namun selama periode itu, pemerintahan koalisi belum pernah terbentuk karena terbentur berbagai kepentingan.
Jika upaya pembentukan koalisi oleh Yapid ini terwujud, maka Netanyahu yang sudah berkuasa selama 12 tahun di Israel dapat terdepak dari posisi perdana menteri.
Bennett, pemimpin partai kecil Yamina, mengatakan bahwa ia dan Lapid -- pemimpin partai Yesh Atid -- akan bekerja sama dalam membentuk pemerintahan koalisi usai berakhirnya pemilu 23 Maret. Ia dan Lapid bertekad menyelamatkan Israel dari kekacauan politik.
Baca: Parlemen Oposisi Israel Menuju Kesepakatan Menggulingkan Netanyahu
"Setelah empat pemilu dan masa tambahan dua bulan, sudah terbukti bahwa tidak mungkin akan ada pemerintahan sayap kanan yang dipimpin Netanyahu. Pilihannya hanyalah pemilu kelima atau pemerintahan bersatu," tutur Bennett, dilansir dari laman CGTN pada Senin, 31 Mei 2021.
"Saya bertekad melakukan apa yang saya bisa lakukan untuk membentuk pemerintahan bersatu bersama teman saya, Yair Lapid, demi menyelamatkan negara dari krisis politik," sambungnya.
Mantan sekutu Netanyahu yang juga pernah menjadi menteri pertahanan, Bennett mengaku telah mengambil langkah untuk mencegah terjadinya pemilu kelima setelah empat pemungutan suara sebelumnya berakhir sia-sia.
Lapid memiliki waktu hingga Rabu mendatang untuk membentuk pemerintahan koalisi. Dalam beberapa hari ke depan, Lapid diyakini akan menginformasikan Presiden Israel Reuven Rivlin bahwa dirinya sukses membentuk pemerintahan koalisi.
Dalam tawaran pemerintahan koalisi ini, Bennett dan Lapid sepakat untuk menjabat posisi PM Israel secara bergiliran. Menurut saluran televisi KAN TV, Bennett akan mendapat giliran pertama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News