Hal tersebut dilakukan AS apabila Israel menargetkan pusat populasi padat di kota Rafah, Gaza selatan. Namun, Netanyahu telah menetapkan tujuan kampanye militer Israel di Gaza, Palestina untuk melenyapkan kelompok teroris Hamas dan menggambarkan Rafah sebagai salah satu benteng besar terakhir kelompok tersebut.
Di sisi lain, Biden telah menyuarakan kekhawatiran bahwa operasi militer skala besar di Rafah berisiko merugikan warga sipil Gaza yang telah pindah ke kota tersebut selama pertempuran tujuh bulan terakhir.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengonfirmasikan bahwa pemerintahan Biden telah menunda pengiriman amunisi muatan tinggi ke Israel dalam sidang Senat hari Rabu, 8 Mei 2024.
“Bom berdiameter kecil merupakan senjata presisi yang sangat berguna di lingkungan padat, sangat membantu,” kata Austin, dikutip dari NTD NEWS, Jumat, 10 Mei 2024.
“Tapi mungkin bukan bom seberat 2.000 pon yang bisa menimbulkan banyak kerusakan tambahan,” jelas Austin.
Senjata AS bunuh warga Gaza
Beberapa jam setelah pernyataan Austin di Senat, Biden juga mengatakan warga sipil yang terbunuh di Gaza sebagai konsekuensi dari penggunaan bom seberat 2.000 pon oleh Israel. Ia pun menegaskan kembali penentangannya terhadap serangan besar-besaran Israel di Rafah dengan menyatakan akan menahan beberapa jenis bantuan mematikan jika pasukan Israel memperluas operasi mereka di sana.
“Jika mereka masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok senjatanya,” tegas Presiden AS tersebut.
Tanpa merujuk pada penundaan pengiriman senjata AS atau perselisihan mengenai serangan Rafah, Netanyahu bersumpah pemerintahnya tidak akan tergoyahkan dalam upaya perangnya dalam sebuah pernyataan video pada Kamis, 9 Mei 2024.
“Jika kami harus berdiri sendiri, kami akan berdiri sendiri. Jika perlu, kami akan berjuang mati-matian,” ucap Netanyahu.
“Tapi kita punya lebih dari sekedar jari kuku,” lanjutnya.
Israel miliki senjata yang dibutuhkan
Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda, Daniel Hagari memberikan jaminan bahwa pasukan Israel memiliki senjata dan peralatan yang diperlukan untuk mewujudkan rencana mereka di Rafah dalam konferensi pers hari Kamis.“Tentara memiliki amunisi untuk misi yang direncanakannya dan misi di Rafah, kami memiliki apa yang dibutuhkan,” kata Laksamana Muda Hagari kepada wartawan.
Terlepas dari ancaman Biden, Jubir IDF mengatakan dukungan AS untuk Israel dalam perang yang sedang berlangsung belum pernah terjadi sebelumnya. Selain itu, Israel juga mencatat bantuan AS dalam mencegat rudal dan drone yang diluncurkan Iran ke Israel pada April 2024.
Laksamana Muda Hagari mengatakan jika perselisihan muncul antara para pemimpin Israel dan AS, maka hal tersebut harus diselesaikan secara tertutup.
Amerika kirimkan ‘Pesan Sumbang’
Ahli Strategi Politik Partai Demokrat dan Mantan Senator New York, David Carlucci mengatakan penghentian pengiriman senjata tertentu yang bermuatan tinggi, seperti bom seberat 2.000 pon merupakan tindakan uji tuntas yang tepat dari pihak pemerintahan Biden.“Saya pikir ini adalah uji tuntas yang kita inginkan dalam diri seorang pemimpin untuk memastikan jika kita memasok senjata mematikan kepada sekutu terbesar (Israel), maka kita perlu memastikan dalam melakukan uji tuntas dan berhasil untuk digunakan dengan cara yang paling tepat,” kata Mr. Carlucci dalam NTD Good Morning, Kamis, 9 Mei 2024.
Namun, Forum Kebijakan Yahudi merupakan sebuah organisasi Yahudi Amerika yang menawarkan rekomendasi kebijakan mengenai konflik Israel-Palestina mengatakan bom seberat 2.000 pon tidak diperlukan sehingga AS disebut mengirimkan ‘pesan sumbang’ dalam rencananya.
“Meskipun menahan bom seberat 2.000 pon yang dimaksudkan untuk operasi di Rafah tidak membahayakan keberadaan Israel atau membuat operasi di Rafah menjadi mustahil, hal ini mengirimkan pesan sumbang,” tutur Forum Kebijakan Yahudi dalam pernyataan pers hari Kamis.
“Saat Hamas mempertahankan kesepakatan penyanderaan dengan harapan bahwa tekanan terhadap Israel akan meningkat dan Israel akan mendapatkan gencatan senjata tanpa harus memberikan imbalan apapun,” sambungnya.
Pemerintahan Biden telah mencoba menyeimbangkan dukungan militernya untuk Israel dengan upaya memfasilitasi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza dan mendorong negosiasi gencatan senjata dalam konflik tersebut.
Sementara itu, pemerintahan Netanyahu bersedia menawarkan jeda sementara dalam pertempuran dengan imbalan kembalinya sandera yang disandera oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Namun, Hamas telah mendorong gencatan senjata yang lebih permanen agar pasukan Israel menarik diri dari Jalur Gaza tanpa izin dan memenuhi tujuan Netanyahu untuk melenyapkan mereka secara langsung. (Theresia Vania Somawidjaja)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News