Pembicaraan di Qatar mengenai gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera yang melibatkan mediator Amerika Serikat (AS) dan Mesir sejauh ini tidak membuahkan hasil. Israel dan kelompok pejuang Hamas pun saling menyalahkan.
Ketegangan meningkat antara Israel dan sekutu utamanya Amerika Serikat karena kekurangan pangan yang parah di Gaza dan melonjaknya jumlah korban sipil dalam perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober.
AS juga menentang rencana Israel untuk melancarkan serangan daratnya ke kota Rafah di ujung selatan, yang mana dihuni oleh 1,5 juta orang, sebagian besar dari mereka mengungsi akibat perang.
Dalam pengeboman besar-besaran di malam hari, serangan Israel kembali menghantam Kota Gaza dan Rafah, di mana bola api pengeboman tersebut ramai menerangi langit.
Pasukan Israel telah memerangi militan di sekitar tiga rumah sakit di Gaza. Hal ini menimbulkan ketakutan bagi para pasien, staf medis, dan pengungsi di dalam rumah sakit tersebut.
Pertempuran telah berkobar sejak pekan lalu di sekitar Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, yang merupakan rumah sakit terbesar di wilayah tersebut, dan baru-baru ini di dekat dua rumah sakit di kota utama Khan Yunis di bagian selatan, Al-Amal dan Nasser.
Tentara dan dinas keamanan Shin Bet mengatakan mereka terus mengupayakan kegiatan operasional yang tepat di kedua kota tersebut.
“Sambil mencegah kerugian terhadap warga sipil, pasien, tim medis, dan peralatan medis,” ujar pihak Shin Bet dikutip dari Malay Mail pada Kamis, 28 Maret 2024.
Shin Bet juga mengatakan bahwa puluhan militan telah terbunuh di wilayah Al-Shifa dan ratusan teroris telah ditangkap.
Tank dan kendaraan lapis baja Israel juga berkumpul di sekitar Rumah Sakit Nasser, kata kementerian kesehatan Gaza, seraya menambahkan bahwa tembakan telah dilepaskan namun belum ada serangan yang dilakukan.
“Kami beroperasi di daerah tersebut, namun kami belum pernah berada di dalam rumah sakit,” ujar seorang juru bicara militer mengatakan kepada AFP.
Bulan Sabit Merah Palestina memperingatkan bahwa ribuan orang terjebak di dalam dan “nyawa mereka dalam bahaya”.
Serangan udara terus berlanjut
Gaza telah mengalami perang dan pengepungan selama hampir enam bulan yang telah memutus sebagian besar makanan, air, bahan bakar dan pasokan lainnya, dan PBB telah memperingatkan bahwa 2,4 juta penduduknya berada di ambang “kelaparan yang disebabkan oleh manusia”.Aliran truk bantuan dari Mesir telah melambat sejak dimulainya perang ketika para pejabat Israel melakukan inspeksi yang panjang.
Pemerintah negara-negara donor telah mengirimkan makanan ke Gaza, di mana massa yang putus asa bergegas menuju paket bantuan yang diterjunkan dengan parasut. Setidaknya 18 orang dilaporkan tewas minggu ini karena terinjak-injak atau tenggelam di Laut Mediterania.
Hamas telah mendesak diakhirinya pengiriman bantuan melalui udara dan sebagai gantinya menyerukan peningkatan pengiriman melalui jalan darat.
Sebuah gambar AFP pada Rabu menunjukkan sebuah pesawat militer kembali menerjunkan paket bantuan ke Gaza, dan militer Yordania mengumumkan “lima serangan udara” di wilayah utara dengan pesawat Mesir, Uni Emirat Arab, Jerman dan Spanyol.
Perang tersebut pecah ketika Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober yang mengakibatkan sekitar 1.160 kematian di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP atas angka resmi Israel.
Para militan juga menyandera sekitar 250 orang. Israel mengatakan, setelah gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan sebelumnya, sekitar 130 tawanan masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang diperkirakan tewas.
Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 32.490 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan.
Israel juga menuduh militan Palestina melakukan pelecehan seksual terhadap korban dan sandera 7 Oktober.
The New York Times menerbitkan laporan tentang wanita Israel pertama yang berbicara secara terbuka tentang pelecehan seksual, seorang pengacara berusia 40 tahun, Amit Soussana.
Soussana, yang diculik dari rumahnya dekat perbatasan Gaza dan dibebaskan pada bulan November, mengatakan dia berulang kali dipukuli dan diserang secara seksual di bawah todongan senjata oleh penjaganya di dalam Gaza.
Asosiasi Pusat Krisis Pemerkosaan non-pemerintah di Israel mengatakan di platform media sosial X bahwa “kesaksian menyayat hati Soussana memaksa dunia untuk bertindak”.
“Pemerintah Israel dan pemerintah dunia harus melakukan apa pun untuk membawa pulang” sandera yang tersisa, katanya. (Nabila Ramadhanty Putri Darmadi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News