Abdalla Hamdok mengumumkan pengunduran dirinya melalui pidato di televisi pada Minggu malam, mengatakan bahwa sejumlah upaya mediasi dengan demonstran berakhir gagal.
Ia mengatakan, Sudan harus melangkah maju dengan dialog baru untuk mencapai sebuah negara sipil yang demokratik.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Saya berusaha sekuat tenaga untuk menghindari negara ini jatuh ke jurang bencana," kata Hamdok, dilansir dari UPI. "Namun terlepas dari usaha saya untuk mencapai konsensus demi memberikan keamanan, perdamaian dan keadilan bagi warga, semua itu tidak terjadi," sambungnya.
Pengumuman disampaikan Hamdok usai kematian tiga demonstran anti-kudeta yang ditembak pasukan keamanan Sudan dalam bentrokan dekat ibu kota di hari yang sama.
Dua pedemo meninggal akibat tembakan senjata api di bagian dada, sementara yang ketiga "mengalami luka parah di bagian kepala."
Aksi protes berujung kematian di kota Omdurman itu menandai demonstrasi massa hari ke-14 dalam menentang pengaruh militer di Sudan. Setidaknya 57 orang tewas di tangan pasukan keamanan Sudan selama periode tersebut.
Para pengunjuk rasa menginginkan pemerintahan sipil penuh di Sudan tanpa adanya elemen militter. Mereka mengaku tidak percaya dengan janji pemimpin militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan yang bertekad menjadikan Sudan negara dengan status demokrasi penuh.
Menurut para demonstran, perjanjian antara Hamdok dan militer hanyalah "upaya melegitimasi kudeta."
Baca: Militer Sudan akan Keluar dari Panggung Politik usai Pemilu 2023