Para perempuan di Iran memperjuangkan hak mereka untuk hidup bermartabat. Mereka memprotes kekejaman yang terjadi pada sesamanya di negara tersebut.
Kematian seorang perempuan Kurdi, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi moral, menjadi titik balik protes bermula. Kejadian ini tidak dapat diterima sebagian besar populasi di Iran.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Tak hanya para perempuan, laki-laki juga turut bergabung dalam protes tersebut. Menunjukkan solidaritas mereka terhadap para perempuan.
Protes menjadi yang terbesar sepanjang masa revolusi Iran. Membuat pemerintah menggunakan kekerasan untuk menghentikannya.
Baca juga: Televisi Pemerintah Iran Bantah Laporan Polisi Moral Dibubarkan
"Milenial yang mendorong demonstrasi Girls of Revolution Street pada akhir 2010-an dan menunjukkan kepada generasi berikutnya betapa kuatnya pembangkangan sipil dapat menantang ketidaksetaraan," demikian dikutip dari TIME.
"Perempuan muda ini sekarang berada di jalanan. Gerakan yang mereka pimpin berpendidikan, liberal, sekuler, meningkatkan harapan yang lebih tinggi untuk normalitas, seperti kuliah, perjalanan ke luar negeri, pekerjaan yang layak, supremasi hukum, bahkan peran penting dalam pemerintahan," sambung mereka.
Protes usai kematian Mahsa Amini menjadi pemberontakan berkepanjangan dalam 43 tahun sejarah Republik Islam Iran. Protes yang ditanggapi dengan kekerasan oleh otoritas keamanan Iran menyebabkan 400 orang tewas.
Polisi juga menangkap para pedemo, yang termuda berusia 15. "Kami menyimpulkan bahwa ketika aspirasi satu generasi untuk kebebasan tampak menggiurkan dalam jangkauan, pembatasan yang tersisa akan semakin mempermalukan dan tidak menakutkan," kata tim TIME.
Majalah TIME juga menyatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai 'Time Person of the Year 2022'.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id