Tank Israel yang masuk ke dalam wilayah Kota Gaza. Foto: AFP
Tank Israel yang masuk ke dalam wilayah Kota Gaza. Foto: AFP

Israel Gempur Gaza ketika Puluhan Ribu Warga Tinggalkan Rumah

Fajar Nugraha • 09 November 2023 14:54
Gaza: Serangan udara Israel menghantam Kota Gaza pada Kamis 9 November 2023 ketika tentara bertempur dari jalan ke jalan dengan pejuang Hamas. Kondisi ini membuat puluhan ribu warga Palestina yang sangat membutuhkan keselamatan meninggalkan rumah mereka ke arah selatan di wilayah yang terkepung.
 
“Setelah lebih dari sebulan pemboman hebat, ratusan ribu orang masih terjebak dalam ‘situasi kemanusiaan yang mengerikan’ di zona pertempuran tanpa cukup makanan dan air,” kata PBB, seperti dikutip AFP.
 
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan pada Rabu bahwa pasukannya “memperketat cengkeraman” di sekitar Kota Gaza. Mereka melancarkan serangan sebagai tanggapan terhadap serangan Hamas pada  7 Oktober.

Bersumpah untuk menghancurkan Hamas, Israel membalas dengan pengeboman tanpa henti dan invasi darat yang menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza telah menewaskan lebih dari 10.500 orang, banyak dari mereka adalah anak-anak.

Ke mana kita bisa pergi?

Warga Gaza pun terpaksa keluar dari rumah mereka untuk mencari tempat aman.
 
“Kita kehilangan rumah, kehilangan anak-anak. Di manakah komunitas global?" kata Nouh Hammouda, yang termasuk di antara mereka yang melarikan diri.
 
Baca: Ribuan Anak Gaza Tewas, Sekjen PBB: Ada yang Salah dalam Operasi Israel.

 
“Kami meninggalkan rumah kami karena pemboman yang tiada henti. Ke mana kami bisa pergi sekarang?” Hammouda menambahkan, ketika orang-orang berbondong-bondong menuju ke arah selatan.
 
Di Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia, di Jalur Gaza utara, seorang ayah menangis menggendong jenazah putranya yang berusia dua tahun, Mohammed Abu Qamar, yang meninggal setelah serangan udara.
 
“Tolong jangan masukkan dia ke kamar mayat, izinkan saya membawanya pulang dan saya akan menguburkannya besok”, kata ayahnya, Nidal, sementara istrinya berteriak sedih di sampingnya.
 
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menolak prospek gencatan senjata di Gaza.
 
Pada Rabu, ia menegaskan kembali penolakannya, dengan mengatakan tidak akan ada gencatan senjata kecuali para sandera yang ditahan di Gaza dibebaskan.
 
Menurut sumber yang dekat dengan Hamas, pembicaraan sedang dilakukan untuk pembebasan selusin sandera, termasuk enam orang Amerika, sebagai imbalan atas gencatan senjata selama tiga hari.
 
Amerika Serikat mendukung penolakan Israel terhadap gencatan senjata, dan para menteri luar negeri G7 pada Rabu di Jepang mengatakan mereka mendukung “jeda dan koridor kemanusiaan” dalam perang tersebut.
 
Israel telah menetapkan tujuan untuk menghancurkan Hamas, dengan tentaranya menargetkan jaringan terowongan dan pangkalan bawah tanah mereka, sambil menyebarkan selebaran dari udara dan mengirim pesan teks yang memerintahkan warga sipil di Gaza utara untuk melarikan diri ke selatan.
 
Tentara mengatakan 50.000 orang telah meninggalkan rumah mereka di zona pertempuran utama di Gaza utara pada Rabu, peningkatan tajam dalam jumlah tersebut dibandingkan awal pekan ini, menambah lebih dari 1,5 juta orang yang sudah mencari perlindungan di selatan jalur pantai tersebut.
 
“Mereka pergi karena mereka memahami bahwa Hamas kehilangan kendali di utara, dan di selatan lebih aman,” kata juru bicara militer Israel Daniel Hagari.
 
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengonfirmasi angka tersebut, dan memperingatkan bahwa kondisi “mengerikan” di zona pertempuran di utara distrik Wadi Gaza tengah.
 
“Ratusan ribu orang yang tersisa di utara Wadi Gaza, termasuk IDP (pengungsi internal), menghadapi situasi kemanusiaan yang mengerikan dan berjuang untuk mendapatkan air dan makanan dalam jumlah minimum untuk bertahan hidup,” pernyataan OCHA.

Hukuman kolektif

Kepala hak asasi manusia PBB Volker Turk mengutuk Israel atas pemboman yang dilakukannya dan perintahnya kepada warga Gaza untuk melarikan diri.
 
“Hukuman kolektif yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina juga merupakan kejahatan perang, begitu pula evakuasi paksa terhadap warga sipil yang melanggar hukum,” katanya kepada wartawan di perbatasan Rafah dengan Mesir, satu-satunya jalan keluar dari Gaza yang tidak dikendalikan oleh Israel.
 
Upaya terus dilakukan untuk melanjutkan penyeberangan warga Palestina dan warga negara ganda yang terluka ke Mesir setelah keberangkatan terhenti pada Rabu, dengan Hamas menyalahkan Israel karena kegagalan menyetujui daftar orang yang terluka untuk pergi.
 
“Lebih dari 100 truk yang membawa bantuan menyeberang ke Gaza dari Mesir pada hari Rabu,” kata OCHA, sehingga totalnya menjadi 756 truk sejak pertempuran dimulai bulan lalu, lebih sedikit dari jumlah yang biasanya memasuki Gaza hanya dalam dua hari sebelum perang.
 
“Bantuan yang masuk sangat sedikit,” kata Turk.
 
Pengiriman pasokan medis darurat yang jarang terjadi mencapai rumah sakit utama Al-Shifa di Kota Gaza pada hari Rabu, yang kedua sejak perang dimulai, kata PBB dan Organisasi Kesehatan Dunia, seraya memperingatkan bahwa bantuan tersebut “jauh dari cukup untuk menanggapi kebutuhan yang sangat besar”.
 
Gambar yang diambil oleh seorang jurnalis AFP yang bertugas bersama pasukan Israel menunjukkan mereka keluar dari tank untuk mencari rumah-rumah yang hancur.
 
“Anda merasa seluruh Israel mendukung Anda,” kata Ben, seorang insinyur tempur Israel berusia 24 tahun di Gaza, yang seperti semua tentara lainnya, tidak dapat disebutkan namanya secara lengkap karena sensor militer.
 
“Rasanya luar biasa bahwa Anda adalah orang yang mengurus apa yang terjadi setelah 7 Oktober, Anda seperti membalas dendam setelah apa yang mereka lakukan,” pungkas Ben.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan