Hubungan antara negara Afrika Barat dan mantan penguasa kolonialnya semakin memburuk.
Seperti kudeta baru-baru ini di negara tetangga Burkina Faso dan Mali, pengambilalihan militer di Niger terjadi di tengah meningkatnya gelombang sentimen anti-Prancis. Beberapa penduduk setempat menuduh negara Eropa tersebut mencampuri urusan dalam mereka.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian luar negeri yang ditunjuk junta mengatakan, keputusan mengusir duta besar tersebut merupakan respons terhadap tindakan yang diambil oleh pemerintah Prancis yang “bertentangan dengan kepentingan Niger.”
Baca: ECOWAS Siap Lancarkan Intervensi Militer ke Niger. |
Dikatakan bahwa hal ini termasuk penolakan utusan tersebut untuk menanggapi undangan bertemu dengan menteri luar negeri Niger yang baru.
Kementerian Luar Negeri Prancis tidak segera membalas permintaan komentar.
Pernyataan-pernyataan yang tampak resmi dibagikan secara luas secara online pada Jumat yang tampaknya menunjukkan Niger memerintahkan Duta Besar Amerika Serikat dan Duta Besar Jerman untuk meninggalkan negara itu serupa dengan pernyataan tentang utusan Prancis.
Kementerian Luar Negeri AS pada hari Jumat mengatakan Niger telah memberitahukan bahwa hal tersebut tidak dikeluarkan oleh kementerian luar negerinya. “Tidak ada permintaan seperti itu yang diajukan kepada pemerintah AS,” kata keterangan Kemenlu AS, seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu 26 Agustus 2023.
Sebuah sumber di junta dan sumber keamanan Niger mengatakan hanya Duta Besar Prancis yang diminta untuk pergi.
Kudeta tersebut telah mendorong hubungan lama Niger dengan Perancis ke titik kritis dan langkah terbaru ini menimbulkan keraguan lebih lanjut mengenai masa depan upaya militer bersama untuk melawan pemberontakan Islam di wilayah Sahel yang dilanda konflik.
Prancis telah menyerukan agar Presiden Mohamed Bazoum kembali menjabat setelah penggulingannya dan menyatakan akan mendukung upaya blok regional Afrika Barat ECOWAS untuk membatalkan kudeta.
Mereka juga belum secara resmi mengakui keputusan junta pada awal Agustus untuk mencabut sejumlah perjanjian militer dengan Prancis, dan mengatakan bahwa perjanjian tersebut telah ditandatangani dengan “otoritas sah” Niger.
Memburuknya hubungan Niger-Prancis serupa dengan perkembangan pasca kudeta di Mali dan Burkina Faso, yang telah mengusir pasukan Prancis dan memutuskan hubungan yang telah lama terjalin.
Niger memiliki kepentingan strategis sebagai salah satu produsen uranium terbesar di dunia dan sebagai basis bagi pasukan Prancis, AS, dan negara asing lainnya yang membantu memerangi kelompok militan Islam di wilayah tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News