Pembantaian kala itu dilakukan kelompok bersenjata Hutu, di saat negara-negara tetangga Rwanda saling menyerang dalam salah satu peristiwa paling berdarah di abad ke-20.
Presiden Rwanda Paul Kagame memimpin acara peringatan genosida pada hari Minggu ini dengan meletakkan karangan bunga di kuburan massal di ibu kota, Kigali, dengan diapit jajaran pejabat asing, termasuk para pemimpin Afrika Selatan dan Ethiopia.
Mengutip dari Al Jazeera, turut hadir mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton yang menyebut genosida di Rwanda sebagai kegagalan terbesar pemerintahannya.
Pembunuhan besar-besaran itu, yang dimulai pada 7 April 1994, berlangsung 100 hari sebelum milisi pemberontak Front Patriotik Rwanda (RPF) merebut Kigali di bulan Juli tahun itu. Pembantaian telah menewaskan sekitar 800.000 orang, sebagian besar adalah orang Tutsi dan juga orang Hutu yang berhaluan moderat.
Pembunuhan Presiden Hutu Juvenal Habyarimana pada malam tanggal 6 April, ketika pesawatnya ditembak jatuh di atas Kigali, memicu amukan orang-orang Hutu bersenjata dan milisi "Interahamwe."
Penderitaan Warga Rwanda
Para korban pembantaian ditembak, dipukuli, atau dibacok hingga tewas dalam pembunuhan yang dipicu propaganda kejam anti-Tutsi yang disiarkan di televisi dan radio. Setidaknya 250.000 perempuan diperkosa kala itu, menurut data PBB.Negara kecil ini kini berada di bawah pemerintahan Kagame, yang memimpin RPF. Namun bekas kekerasan masih tetap ada, meninggalkan jejak kehancuran di seluruh wilayah Great Lakes di Afrika.
Stefanie Dekker dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Kigali, mengatakan 30 tahun setelah pembunuhan massal tersebut, penderitaan masih terlihat jelas di antara banyak warga Rwanda.
"Tetapi mereka juga merasa bahwa setiap warga Rwanda bertanggung jawab untuk memperingati genosida tersebut, mengingat apa yang terjadi dan memastikan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi lagi," katanya.
Kegagalan komunitas internasional untuk melakukan intervensi telah menjadi penyebab rasa malu berkepanjangan, di mana Presiden Prancis Emmanuel Macron diperkirakan akan mengeluarkan pesan pada hari Minggu ini yang mengatakan bahwa Paris dan sekutu-sekutunya di Barat dan Afrika "seharusnya bisa menghentikan" pertumpahan darah itu, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukannya.
Baca juga: Buronan Genosida Rwanda 1994 Ditangkap di Prancis
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News