Pembicaraan nuklir di Wina melibatkan Iran, juga Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, dan Rusia secara langsung, serta AS secara tidak langsung. Pembicaraan dilanjutkan akhir November lalu dengan tujuan memulihkan kembali perjanjian 2015.
Perjanjian tersebut menawarkan keringanan sanksi bagi Teheran atas pengendalian program nuklirnya. Namun, AS pada 2018 di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump menarik diri secara sepihak dari perjanjian tersebut. AS menerapkan kembali sanksi ekonomi yang berat, mendorong Iran untuk turut menarik kembali komitmennya terhadap kesepakatan 2015.
“Kemajuan substansial telah tercapai minggu lalu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, dilansir dari France 24, Jumat, 18 Februari 2022.
“Jika Iran menunjukkan keseriusannya, kami dapat dan seharusnya mencapai pemahaman bersama untuk sepenuhnya mengimplementasikan kembali JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) beberapa hari lagi,” tambahnya.
Apabila tidak, pemulihan kembali perjanjian nuklir Iran berisiko tidak tercapai.
Para ahli meyakini bahwa dalam beberapa minggu, Iran dapat memiliki material fisil yang cukup untuk membuat senjata nuklir, walau masih terdapat beberapa langkah rumit untuk benar-benar membuat bom nuklir.
Presiden Joe Biden mengatakan pihaknya bersedia untuk kembali menyetujui kesepakatan awal dan meringankan beberapa sanksi AS, asalkan Teheran melanjutkan komitmennya terhadap perjanjian tersebut.
Prancis pada Rabu, 16 Februari 2022 lalu memperingatkan Iran bahwa tersisa sedikit waktu untuk menyetujui perjanjian baru ini. Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian mengatakan ini "soal beberapa hari," menambahkan bahwa krisis besar akan terjadi jika tidak ada kesepakatan yang tercapai.
Di hari tersebut, negosiator Iran Ali Bagheri menyatakan mereka sudah mendekati pencapaian kesepakatan. Bagheri menyebut rekan perjanjiannya harus “realistis” dan membuat keputusan yang “serius”.
Teheran juga meminta Kongres AS untuk berjanji bahwa Washington akan berkomitmen jika kesepakatan tercapai di Wina.
Pihak berwenang Iran mengatakan pada 2018 mereka menginginkan "jaminan" bahwa perjanjian yang dicapai akan dilaksanakan lantaran potensi pergantian politik AS menjadikan komitmen terhadap kesepakatan tersebut diragukan. (Kaylina Ivani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News