Warga Gaza yang mengalami peristiwa Nakba masih menderita serangan dari Israel. Foto: AFP
Warga Gaza yang mengalami peristiwa Nakba masih menderita serangan dari Israel. Foto: AFP

Peringati Nakba, Palestina Masih Tak Lepas dari Serangan Israel

Medcom • 16 Mei 2024 19:20
Gaza: Warga Gaza yang mengalami perampasan massal warga Palestina tahun 1948 dikenal sebagai Nakba, mengatakan bencana yang dihadapi Gaza saat ini adalah bencana terburuk yang pernah mereka alami.
 
Warga Palestina memperingati Hari Nakba pada Rabu, 15 Mei 2024 atau selama 76 tahun sejak perang yang berujung pada berdirinya Israel yang mengakibatkan lebih dari 750.000 warga Palestina mengungsi atau diusir dari rumah mereka.
 
Banyak dari mereka yang mengungsi ke tempat yang menjadi Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Warga kena dampak buruk

Sejak itu hidup di bawah pendudukan Israel dan berbagai perang termasuk konflik yang terus berlanjut di Gaza dengan menewaskan lebih dari 35.200 warga Palestina sejak Oktober.

“Bencana yang kami alami saat ini tidak seperti yang pernah kami alami sebelumnya,” kata Zaher Al Najjar (81) asal dari kota Huwwara dekat Jalur Gaza utara, dikutip dari The National News, Kamis, 16 Mei 2024.
 
Saat ia berusia lima tahun, Nakba terjadi.
 
“Saya pernah mengalami perang Arab-Israel, tetapi perang seperti ini belum pernah saya lihat sejak bencana pertama tahun 1948,” ungkapnya.
 
Warga lanjut usia Palestina lainnya yang berbicara kepada The National, sepakat bahwa perang yang terus berlanjut merupakan hal terburuk yang pernah mereka lihat.
 
“Perang di Gaza saat ini berbeda dibandingkan pada tahun 1948,” kenang Abu Nazer Zidan (80) yang berusia empat tahun pada 1948 ketika ia meninggalkan desanya dan datang ke Gaza bersama orang tua bersama kakak laki-lakinya.
 
Desanya bernama Al Masmia menjadi bagian dari negara Israel dan keluarganya pindah ke Jalur Gaza yang padat penduduknya.
 
“Ini berbeda. Sekarang yang kami rasakan hanyalah ketakutan. Sebelumnya, ketika kami meninggalkan tanah kami dan memasuki Gaza, kami tidak terus-menerus merasakan ketakutan akan dibunuh,” kata Zidan.
 
Ia mengatakan meski keluarganya menghadapi kondisi sulit setibanya mereka di Gaza, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina (UNRWA) telah menyediakan semua yang mereka butuhkan saat itu.
 
Kini, ia mengatakan warga Palestina terpaksa melakukan tindakan putus asa untuk bertahan hidup karena Israel membatasi jumlah makanan yang masuk ke wilayah tersebut.
 
“Dalam perang ini, kami makan pakan ternak dan tidak ada yang datang menanyakan tentang kami. Israel menerapkan kebijakan kelaparan terhadap kami yang bertujuan untuk memusnahkan seluruh warga Gaza atau memaksa mereka untuk berimigrasi,” jelasnya.
 
Saat ini, ia tinggal bersama kerabatnya di Jalan Al Nasser,  kota Gaza.
 
Meskipun berharap untuk kembali ke rumahnya, ia tidak dapat melakukannya karena pasukan Israel melawan Hamas di lokasi seluruh wilayah tersebut.

Warga terapkan hidup nomaden

Mayoritas dari 2,3 juta warga sipil Gaza terpaksa mengungsi dari rumah mereka dalam beberapa kesempatan, ketika Israel mengalihkan operasi militernya.
 
“Pada bencana pertama tahun 1948, saya pernah bermigrasi bersama keluarga dan tinggal di kamp Jabilia. Namun perang ini, saya bermigrasi bersama keluarga lebih dari 6 kali dengan anggota keluarga lebih dari 50 orang,” jelas Al Nanjjar menjadi salah satu warga yang terdampak.
 
“Dari kamp Jabilia ke berbagai tempat, lalu ke Gaza, kembali ke Jabilia, lalu Gaza lagi, dan sekarang mereka sudah mengevakuasi kami dari kamp,” ungkapnya.
 
Ia juga mengatakan tingkat pembunuhan dan kematian saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 1948.
 
“Dalam perang ini, situasinya sangat buruk dan kematian adalah hal yang paling mudah. Kami menderita kelaparan, kematian, kemiskinan, dan kehilangan rumah selama perang ini,” katanya.
 
Al Najjar kehilangan putrinya bernama Samia dan tiga anaknya, bersama dengan keponakannya.
 
“Pada 1967 dan perang lainnya, situasinya tidak seperti ini; segalanya menjadi lebih mudah dengan lebih sedikit kematian dan bahaya,” tuturnya.
 
Hal ini terjadi ketika Biro Pusat Statistik Palestina mengatakan bahwa Israel telah membunuh 134.000 warga Palestina dan Arab di Palestina pada Rabu, 15 Mei 2024 sejak tahun 1948. 
 
Jumlah tersebut termasuk lebih dari 35.000 warga Palestina yang telah terbunuh sejak perang 7 Oktober 2023 terjadi.
 
“Sekitar satu juta warga Palestina telah ditahan sejak tahun 1967,” kata Biro Palestina.


Warga kehilangan mata pencaharian

Zahia Shaheen (80) datang ke Gaza setelah meninggalkan desanya di N'alia ketika berusia empat tahun bersama keluarganya.
 
“Bencana tersebut bukanlah apa yang terjadi tahun 1948. Bencana tersebut adalah apa yang terjadi saat ini dan saya melewati masa-masa itu, serta tahu apa yang saya bicarakan,” tutur Shaheen.
 
“Kehidupan saat itu lebih baik, meski rasa sakitnya luar biasa. Saya masih muda, tetapi saya melihat rasa sakit dan penderitaan di mata orang-orang yang lebih tua karena mereka kehilangan tanah, rumah sebagai mata pencaharian,” lanjutnya.
 
Shaheen menyaksikan ayah dan kakeknya kehilangan mata pencaharian beserta semua yang telah mereka usahakan.
 
“Mereka berubah dari orang tua yang dihormati di desanya menjadi pengungsi yang mengantri untuk menerima bantuan Palang Merah atau UNRWA,” pungkas Shaheen. (Theresia Vania Somawidjaja)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan