"Jika misi diplomatik atau kepentingan kami di Libya diserang, maka kami akan menganggap pasukan Haftar sebagai target," ujar Kementerian Luar Negeri Turki, dikutip dari laman Voice of America, Minggu 10 Mei 2020.
Pemerintah Turki mengatakan area di dekat kedutaan besar miliknya di Tripoli telah terkena serangan LNA pekan kemarin. LNA membantah bertanggung jawab.
Atas serangan LNA di Tripoli, Turki mengecam keras Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dinilai gagal mengambil tindakan untuk menghentikan sepak terjang Haftar.
"Diamnya PBB atas kebrutalan ini merupakan sesuatu yang sudah tidak bisa lagi diterima. Negara-negara yang membantu Haftar secara militer, finansial, dan politik, bertanggung jawab atas penderitaan rakyat Libya," sebut Kemenlu Turki.
Sejak konflik bersejata pecah di Libya, Turki merupakan salah satu negara pendukung Pemerintah Perjanjian Nasional (GNA) yang dipimpin PM Fayez. Sementara LNA mendapat dukungan dari Mesir, Rusia, dan Uni Emirat Arab.
Menurut sejumlah laporan, serangan puluhan roket oleh LNA ke arah Tripoli dan sekitarnya telah menewaskan enam orang dan melukai puluhan lainnya. Serangan itu juga merusak sejumlah pesawat komersil di Bandara Internasional Mitiga di Tripoli.
Warga Tripoli mengatakan pertempuran antara LNA dan GNA memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Satu-satunya bandara yang masih berfungsi di Libya telah rusak, dan beberapa bagian di wilayah utara terancam kehilangan pasokan air bersih karena adanya serangan LNA.
Sementara itu, PM Fayez menegaskan bahwa pihaknya sudah tidak memiliki pilihan lain selain merespons serangan LNA. "Serangan gila yang dilakukan penjahat perang Haftar terhadap Tripoli merupakan pertanda dirinya putus asa karena berulang kali mengalami kekalahan," ujar PM Sarraj.
"Kejahatan yang dilakukan Haftar membuat kami tidak memiliki pilihan lain selain merespons dengan segenap kekuatan kami," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News