"Saat ini, tingkat ketidakpercayaan publik kepada penguasa yang dibangun atas dasar koalisi primordialisme. Pemerintah tidak mampu mengontrol faksi-faksi dalam negara sehingga akumulasinya terjadi insiden Beirut itu," tutur Yon kepada Medcom.id, Rabu, 12 Agustus 2020.
Dia mengatakan publik di Lebanon menginginkan adanya solidaritas yang mengarah pada kesatuan nasional yang tidak menginginkan berkuasanya faksionalisme. Menurutnya, Faksionalisme telah membawa Lebanon dalam jurang kehancuran.
Pemerintah Lebanon, kata dia, perlu secara terbuka kepada publik untuk memastikan siapa yang harus bertanggung jawab di balik insiden Beirut.
"Tentu faksi-faksi yang ada di Lebanon harus mulai memutus ketergantungan mereka dengan pihak asing baik dengan Iran, Saudi, Suriah maupun pihak Barat," imbuhnya.
Dia menambahkan rakyat Lebanon juga harus mampu menentukan nasib mereka melalui prosea demokrasi.
"Yang tidak kalah penting adalah keinginan kuat rakyat Lebanon untuk melakukan integrasi nasional baik di level grassroot maupun elit nasional," terangnya.
"Di samping itu perbaikan ekonomi, pemberantasan korupsi dan kepastian hukum harus dapat dijalankan oleh rezim yang berkuasa. Kalau ini tidak dilakukan dipastikan Lebanon tidak pernah stabil," sambung dia.
Krisis politik dan ekonomi tengah mengancam Lebanon di tengah pandemi virus korona (covid-19). Di tengah krisis tersebut, ledakan terjadi di pelabuhan ibu kota Beirut dan menewaskan sekitar 200 orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id