Kabar ini disampaikan Komisi Hak Asasi Manusia yang didukung negara Arab Saudi, HRC, pada Minggu 7 Februari 2021.
Ali Al-Nimr -,keponakan ulama terkemuka Syiah Nimr al-Nimr yang eksekusinya pada 2016 memicu demonstrasi di Arab Saudi dan Iran,- berusia 17 tahun ketika dia ditahan pada Februari 2012 karena berpartisipasi dalam protes.
Bersama dengan Dawood al-Marhoun dan Abdullah al-Zaher yang masing-masing masih berusia 17 dan 15 tahun ketika mereka ditangkap, Nimr dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Kriminal Khusus. Sedianya mereka divonis hukuman penggal.
“Nimr telah menjalani lebih dari sembilan tahun penjara sejak penangkapannya, hukumannya diringankan pada Minggu. Sementara Marhoun dan Zaher mendapat keringanan pada November 2020,” ujar pihak HRC, seperti dikutip Al Arabiya, Senin 8 Februari 2021.
“Waktu yang diberikan akan berlaku dalam ketiga kasus tersebut. Mereka akan dibebaskan pada 2022,” imbuh pernyataan itu.
"Segera bebas, Insya Allah," kata ibu Nimr dalam postingan Facebook merayakan berita tersebut.
Langkah itu dilakukan lebih dari lima bulan setelah jaksa penuntut umum Arab Saudi memerintahkan peninjauan kembali hukuman mati yang dijatuhkan terhadap ketiganya.
Peninjauan tersebut mengikuti keputusan kerajaan tahun lalu bahwa individu yang dijatuhi hukuman mati atas kejahatan yang dilakukan saat masih di bawah umur akan menjalani hukuman hingga 10 tahun di pusat penahanan remaja. Namun, keputusan itu tidak pernah diberitakan di media pemerintah atau dipublikasikan di surat kabar resmi seperti yang biasa dilakukan.
Kelompok hak asasi manusia dan anggota parlemen Barat telah berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang penerapannya, karena Nimr, Marhoun, Zaher dan dua pelaku remaja lainnya belum dicabut hukuman mati mereka.
Satu dari lima orang telah mengajukan banding dan delapan lainnya awalnya ditahan karena masih di bawah umur masih menghadapi dakwaan yang dapat mengakibatkan eksekusi. HRC pada hari Minggu menegaskan kembali bahwa keputusan kerajaan akan diterapkan secara surut untuk semua kasus di mana seseorang dijatuhi hukuman mati karena pelanggaran yang dilakukan di bawah usia 18 tahun.
Badan amal antihukuman mati Reprieve menyambut baik berita itu, tetapi memperingatkan bahwa kerajaan harus memastikan keputusan itu diterapkan untuk semua pelanggar remaja.
"Perubahan sebenarnya bukanlah tentang beberapa kasus profil tinggi; itu berarti memastikan tidak ada yang pernah dijatuhi hukuman mati karena 'kejahatan' masa kecil lagi di Arab Saudi," kata Direktur Reprieve, Maya Foa.
Meskipun Arab Saudi mengeksekusi rekor 185 orang pada 2019, HRC mengatakan pada Januari bahwa mereka telah mengurangi jumlah tersebut hingga 85 persen pada 2020, mencatat bahwa mereka telah mendokumentasikan 27 eksekusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News