Pemimpin protes di Mali, Mahmoud Dicko, mundur dari politik. Foto: AFP.
Pemimpin protes di Mali, Mahmoud Dicko, mundur dari politik. Foto: AFP.

Pemimpin Protes Mali Mundur Dari Politik

Marcheilla Ariesta • 20 Agustus 2020 08:15
Bamako: Pemimpin unjuk rasa di Mali, Mahmoud Dicko, menyatakan akan mundur dari politik. Salah satu orang paling berpengaruh di Mali itu mundur setelah pemimpin kudeta militer berjanji untuk mengadakan pemilihan presiden.
 
Mantan Presiden Mali, Ibrahim Boubacar Keita mengundurkan diri dan membubarkan parlemen pada Selasa lalu. Kemunduran dirinya dilakukan usai ia ditahan oleh militer di bawah todongan senjata.
 
Setelah kemunduran Keita, negara ini berada dalam cengkraman pemberontakan jihadis dan kerusuhan sipil. Khawatir jatuhnya Keita yang telah berkuasa hampir 7 tahun dapat mengguncang kawasan Sahel, Uni Afrika dan Komunitas Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) menangguhkan keanggotaan Mali.

Ketika investor membuang saham di perusahaan tambang emas yang berbasis di Mali, suasana di ibu kota Bamako menjadi tenang sepanjang hari. Para pemimpin junta mendesak masyarakat dan pejabat untuk kembali hidup seperti biasa.
 
Militer lalu bertemu Dicko, yang menggemparkan pengunjuk rasa selama demonstrasi anti-Keita dalam beberapa pekan terakhir. Usai pertemuan itu, juru bicara Dicko mengatakan telah mundur dari politik.
 
Walaupun tidak ada rincian lebih lanjut, langkah tersebut menunjukkan sebagian oposisi puas dengan janji para pemimpin kudeta untuk kembali ke praktik demokrasi.
 
Juru bicara Komite Nasional untuk Keselamatan Rakyat (NCSP) sebelumnya mengatakan mereka tidak mencari kekuasaan dengan menggulingkan Keita.
 
"Kami tertarik pada stabilitas negara, yang memungkinkan kami menyelenggarakan pemilihan umum dalam batas waktu yang masuk akal," kata Kolonel Ismael Wague, dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 20 Agustus 2020.
 
Sebagai tanggapan, koalisi oposisi M5-RFP mengatakan mereka telah mencatat komitmen NCSP untuk pengalihan kekuasaan melalui kotak suara. Mereka juga mengatakan akan bekerja sama untuk mencapai hal tersebut.
 
Para pemberontak tela membantah adanya korban dari kerusuhan pada Selasa lalu. Namun, kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyatakan ada empat orang tewas, dan 15 lainnya terluka oleh peluru.
 
Sumber keamanan Mali mengidentifikasi tiga dari pemimpin junta lain yang muncul bersama Wague sebagai Kolonel Sadio Camara, Malick Diaw dan Modibo Kone.
 
Wague menuturkan pasukan anti-jihadis Barkhane Prancis dan misi penjaga perdamaian PBB merupakan mitra mereka untuk stabilitas dan memulihkan keamanan.
 
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB mengutuk pemberontakan tersebut. Mereka mendesak militer untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan meminta mereka kembali ke barak.
 
"Misi PBB di Mali, tetap berkomitmen untuk memainkan peran yang diamanatkan, tapi negara harus segera mendapatkan kembali stabilitas kelembagaan dan tatanan Konstitusional," tegas Kepala Penjaga Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan