UU terbaru ini, yang akan memberikan anonimitas otomatis kepada korban, diloloskan setelah ratusan perempuan Mesir mulai berbicara mengenai pelecehan dan kekerasan seksual via gerakan bertajuk #MeToo di media sosial.
"Aturan ini merupakan langkah pertama dalam jalan panjang menuju perlindungan hak-hak wanita," ucap anggota parlemen perempuan Mesir, Ghada Ghareeb.
"Pemerintah menyadari penurunan tajam angka perempuan yang mau melaporkan kasus kekerasan seksual. Selama ini banyak perempuan yang takut melapor karena adanya stigma sosial," sambungnya, dilansir dari laman The National, Senin 17 Agustus 2020.
Ghareeb berharap UU ini dapat meningkatkan jumlah laporan mengenai kasus pelecehan atau kekerasan seksual di Mesir dalam beberapa bulan ke depan. UU ini sudah diloloskan kabinet pada Juli lalu, dan diserahkan ke parlemen usai diperlihatkan di jajaran Kementerian Hukum Mesir.
Juli lalu, Mesir sempat dihebohkan oleh kasus seorang mahasiswa dari latar belakang keluarga kaya yang ditangkap atas tudingan pemerkosaan dan pemerasan terhadap sejumlah perempuan. Investigasi kasusnya masih berjalan hingga kini.
Kasus tersebut memicu gelombang gerakan #MeToo di Mesir. Dewan Perempuan Nasional Mesir mengaku menerima 400 keluhan, yang sebagian besarnya adalah kekerasan terhadap perempuan dalam kurun waktu 5 hari usai kasus tersebut muncul.
Dewan Perempuan Nasional Mesir menegaskan akan selalu menolong semua perempuan di seantero negeri dari segala jenis ancaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
 
   
                 
                 
                 
                 
                