Dilansir dari Times of Israel, Kamis, 16 Desember 2021, kelompok sayap kanan ‘Returning to the Mount’ yang mengadvokasi kedaulatan Yahudi di Temple Mount yang berada di kompleks Masjid Al-Aqsa, telah memicu kekhawatiran di kalangan pejabat keamanan.
Menurut Kantor berita Channel 13, para pejabat memperingatkan, tindakan mereka dapat memicu kekerasan di situs suci itu.
Masjid Al-Aqsa, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Haram al-Sharif adalah situs paling suci bagi etnis Yahudi dan tempat suci ketiga dalam Islam. Hal ini menjadi pusat emosional dari konflik Israel-Palestina, ketegangan di sana memicu perang Gaza 11 hari pada Mei 2021.
Menurut pemahaman yang dicapai setelah Israel merebut Kota Tua dan Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari 1967, etnis Yahudi diizinkan untuk berkunjung, namun tidak untuk berdoa di sana.
Israel diketahui menjaga keamanan secara keseluruhan di situs tersebut, namun Wakaf Muslim mengelola kegiatan keagamaan di sana.
“Kami tidak siap menerima sanksi terhadap orang Yahudi yang ada di Temple Mount,” kata Kepala Kelompok Returning to the Mount, Raphael Morris kepada Channel 13.
Morris mencatat, etnis Yahudi hanya diizinkan masuk ke kompleks pada jam-jam tertentu, ditemani oleh polisi dan tidak boleh menunjukkan indikasi bahwa mereka tengah berdoa. Sebaliknya, umat Islam disebut dapat memasuki kompleks kapanpun mereka mau dan bebas untuk berdoa.
Dalam pelajaran yang diadakan di sebuah apartemen di Yerusalem, kelompok tersebut mengajarkan para pengikutnya untuk mengenakan pakaian tradisional Muslim, membawa sajadah, tasbih Misbaha, dan buku-buku berbahasa Arab tentang Al-Quran untuk membuat penyamaran mereka lebih meyakinkan.
Selain itu, para anggota terkadang mewarnai rambut dan janggut mereka lebih gelap untuk membuat diri mereka terlihat lebih seperti orang Arab. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News