Alhasil peningkatan ini memicu kecaman dari dua kelompok hak asasi manusia. Mereka menyebut Iran sebagai “mesin eksekusi" yang bertujuan menyebarkan ketakutan saat protes mengguncang negara tersebut.
“Angka setidaknya sekitar 582 eksekusi adalah yang tertinggi sejak 2015 di Iran dan jauh di atas angka 333 pada tahun 2021,” menurut laporan oleh Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Norwegia dan Together Against the Death Penalty (ECPM) yang berbasis di Paris, seperti dikutip AFP, Kamis 13 April 2023.
Ketegangan di Iran tahun lalu ditandai dengan meletusnya protes nasional pada bulan September yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang etnis Kurdi berusia 22 tahun yang ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan.
Pihak berwenang menanggapi dengan tindakan keras yang melihat empat pria digantung dalam kasus terkait protes, eksekusi yang memicu protes internasional.
Direktur IHR Mahmood Amiry Moghaddam mengatakan bahwa sementara reaksi internasional menahan eksekusi terkait protes, Iran terus melakukan eksekusi atas tuduhan lain untuk mengintimidasi masyarakat umum.
"Reaksi internasional terhadap hukuman mati terhadap para pengunjuk rasa telah mempersulit Republik Islam untuk melanjutkan eksekusi mereka," katanya.
"Untuk mengimbangi, dan untuk menyebarkan ketakutan di antara orang-orang, pihak berwenang telah mengintensifkan eksekusi untuk tuduhan non-politik. Ini adalah korban murah dari mesin eksekusi Iran,” tambahnya.
Laporan itu mengatakan bahwa setelah keempat orang itu dieksekusi atas tuduhan terkait protes, seratus demonstran lainnya masih menghadapi risiko eksekusi setelah dijatuhi hukuman mati atau menghadapi dakwaan yang membawa hukuman mati.
Lonjakan Dramatis
Laporan tersebut menyatakan kekhawatiran atas peningkatan tajam dalam jumlah eksekusi terkait narkoba setelah protes meletus.Penurunan jumlah eksekusi terkait narkoba -,didorong oleh amandemen undang-undang anti-narkotika tahun 2017,- menjadi penyebab penurunan jumlah keseluruhan eksekusi di Iran hingga 2021.
Lebih dari separuh dari mereka yang dieksekusi setelah dimulainya protes, dan 44 persen dari 582 eksekusi yang tercatat pada tahun 2022, terkait dengan tuduhan narkoba.
“Ini lebih dari dua kali lipat jumlahnya pada tahun 2021, dan sepuluh kali lebih tinggi dari jumlah eksekusi terkait narkoba pada tahun 2020,” sebut laporan itu.
Kelompok-kelompok HAM menyesalkan apa yang mereka katakan sebagai kurangnya reaksi dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan negara-negara donornya terhadap "lonjakan dramatis" ini.
"Kurangnya reaksi UNODC dan negara-negara donor terhadap pembalikan reformasi ini (tahun 2017) mengirimkan sinyal yang salah kepada otoritas Iran," ucap Direktur ECPM Raphael Chenuil-Hazan.
Laporan itu mengatakan, anggota minoritas Baluch yang sebagian besar Muslim Sunni berada di dalam angka 30 persen dari semua eksekusi di seluruh negeri. Etnis ini hanya mewakili 2-6 persen dari populasi Iran.
Jumlah etnis minoritas Kurdi dan Arab yang dieksekusi juga tidak proporsional, terutama untuk kejahatan narkoba, kata laporan itu.
"Hukuman mati adalah bagian dari diskriminasi sistematis dan penindasan ekstensif terhadap etnis minoritas Iran," katanya.
Eksekusi paling banyak -- 288, atau 49 persen dari semua eksekusi -- adalah untuk tuduhan pembunuhan, tertinggi dalam lebih dari 15 tahun, katanya.
“Sebanyak dua orang, termasuk pengunjuk rasa Majidreza Rahnavard, digantung di depan umum,” kata laporan itu. Setidaknya tiga pelaku remaja termasuk di antara mereka yang dieksekusi sementara setidaknya 16 wanita digantung.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News